TRIBUNNEWS.COM - Pelaku usaha di Indonesia termasuk yang paling optimis menghadapi gejolak perlambatan ekonomi dunia. Empat dari lima perusahaan skala menengah (perputaran tahunan US$10 juta hingga US$500 juta) memproyeksikan peningkatan omzet di tahun ini.
Demikian diungkap studi Business Balancing Act dari HSBC, sebuah survei yang melibatkan Chief Executive Officer (CEO) maupun Chief Financial Officer (CFO) dari 2.100 korporasi di 14 negara. Dari 167 eksekutif Indonesia yang disurvei, 46 persen memperkirakan pertumbuhan omzet 15 persen-20 persen di tahun ini.
Para eksekutif perusahaan menengah di Tanah Air juga mengungkap ambisi mereka untuk mengepakkan sayap ke luar negeri, meskipun sepertiganya menyadari tantangan dalam melakukan perdagangan internasional.
Diuntungkan faktor geografis
Go international juga menjadi niatan 81 persen dari keseluruhan responden di 14 negara yang disurvei dalam studi HSBC. Menariknya, 75 persen perusahaan Indonesia mencari investasi eksternal untuk membantu pertumbuhan bisnis mereka.
Dengan demikian, kerja sama korporasi lintas negara bisa saja terjadi. Indonesia pun menyimpan peluang tersebut lantaran di tahun lalu ekonominya tumbuh 5,3 persen, menjadi salah satu yang tertinggi di ASEAN. Sementara di tahun ini, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen.
Baca juga: Indonesia Mampu Hadapi Kontraksi Ekonomi Dunia, Dua Faktor Ini Kuncinya
Indonesia juga berada di kawasan Asia yang ekonominya diestimasi bertumbuh pesat. Chetan Ahya, kepala ekonom untuk Asia di Morgan Stanley, memperkirakan ekonomi di Asia akan tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat (AS) maupun Eropa.
Laju pertumbuhan Asia diperkirakan naik ke 4,6 persen dari sebelumnya 3,5 persen, sedangkan laju pertumbuhan AS cenderung datar di 0,5 persen. Ahya juga memprediksi produk domestik bruto (PDB) Asia mencapai US$39 triliun di tahun 2023, melampaui PDB AS di angka US$34 triliun ataupun Eropa di US$26 triliun.
Korporasi Indonesia berada di lokasi serta waktu yang tepat untuk mengkapitalisasi resiliensi ekonomi domestik dan prospek regional yang cemerlang.
Keseimbangan prospek dan risiko
Meski perkiraan ekonomi makro Indonesia dan kawasan Asia amatlah optimis, perusahaan berskala menengah tetap harus menyeimbangkan antara prospek ekspansi dengan mengelola berbagai tantangan, apalagi bagi yang serius memasuki kancah internasional.
"Keinginan mereka untuk bertumbuh dengan cara berekspansi secara internasional tentunya harus benar-benar dipersiapkan dengan mempertimbangkan kompleksitas ekonomi global serta pemanfaatan teknologi yang semakin meningkat," ujar Riko Tasmaya, Global Banking Director, HSBC Indonesia.
Sebagai salah satu bank terbesar di dunia, Grup HSBC bisa memainkan peran penting dalam memfasilitasi penanaman modal asing dan membantu korporasi dalam ekspansi internasional. Jaringan global HSBC tersebar di 64 negara yang meliputi 90 persen pasar global dan arus modal.
Baca juga: Ini 3 Dampak Positif dari Geliat Pertumbuhan Nilai Ekonomi China Bagi Negara ASEAN
Sebagai bank nomor satu di dunia untuk pembiayaan perdagangan (trade finance), HSBC memungkinkan mitra usahanya bertumbuh melalui pemberian pinjaman, investasi serta layanan jasa keuangan antar negara.
HSBC memberikan beberapa layanan trade finance, seperti pinjaman pre dan post-shipping, receivables finance, dan standby letter of credit bisa menjadi pilihan mitra usaha dalam menyasar pasar internasional. Tenaga ahli dan relationship manager HSBC siap sedia memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha Indonesia untuk bertumbuh dengan tingkat risiko yang terukur.