News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bapanas: Harga Beras Mahal karena Disparitas Produksi dan Konsumsi Sejak 8 Bulan Ini

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, gejolak harga beras saat ini terjadi karena penurunan produksi beras di petani.

Dia bilang, ada disparitas (perbedaan) antara produksi dan konsumsi beras nasional dan memicu defisit dalam 8 bulan terakhir.

"Dalam 8 bulan terakhir, jumlah produksi beras versus konsumsi beras kita mengalami defisit," kata Arief dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).

"Meskipun total tahun 2023 kita masih surplus 340 ribu ton, tapi kemudian di Januari dan Februari 2024 ini produksi versus konsumsi kita minus 2,8 juta ton," lanjutnya.

Selain itu, Arief bilang, lonjakan harga beras saat ini juga mengikuti kenaikan harga gabah.

Misalnya, jika harga gabah rata-rata Rp 8.000-8.500, harga berasnya mencapai Rp 16.000.

"Kenapa demikian? Ini terjadi di seluruh dunia ya, tidak hanya di Indonesia. Tapi percayalah bahwa pemerintah itu akan menyeimbangkan antara harga di hulu dengan harga di hilir," kata dia.

Terkait dengan indeks harga beras dunia, FAO (The Food and Agriculture Organization) dalam laporan terbarunya menyebutkan pada Januari tahun ini mencapai 142,8 poin.

Indeks ini mengalami kenaikan 13 persen dibandingkan nilai tahun sebelumnya dan merupakan angka tertinggi selama 4 tahun terakhir.

Indeks harga beras dunia tertinggi selama 2023 tercatat di Oktober 2023 dengan poin 142,4 poin.

Baca juga: Pengamat: Mahalnya Harga Beras dan Hancurnya Stok Saat Ini Gara-gara Alokasi Pupuk Dikurangi

Arief mengatakan, saat ini harga beras sifatnya volatile (bergejolak). Ia pun menilai perintah Presiden Jokowi untuk mengimpor beras sejak tahun lalu merupakan langkah tepat.

Ia pun tak bisa membayangkan jika dalam kondisi hari ini negara tidak punya stok CPP (Cadangan Pangan Pemerintah).

Sementara itu, pemerintah harus melakukan intervensi dalam mengatasi fluktuasi beras di masyarakat.

Baca juga: Warteg Kewalahan Hadapi Lonjakan Harga Beras dan Cabai, Kurangi Porsi Nasi dan Sambal 

"Dengan ini, polemik importasi sebenarnya terbantahkan hari ini karena pemerintah itu melakukan importasi untuk penguatan CPP," ujarnya.

"Itu stok yang kita pakai hari ini untuk melakukan stabilisasi. Intervensi berupa membanjiri beras Bulog ke pasar-pasar wajib dilakukan."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini