Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog membeberkan alasan belum meratanya pasokan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan di gerai ritel modern seperti supermarket dan minimarket.
Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita mengklaim pihaknya sudah menjalankan tugas mereka dengan mengguyur beras SPHP ke ritel modern.
Namun, pihaknya tidak mengguyur langsung satu-satu ke minimarket yang ada di Indonesia, tapi dikirim ke pusat distribusi (distribution center/DC) mereka.
"Ngobrol sama orang Alfamart, ternyata mereka itu kan ada SOP mengirim PO itu 3-4 hari sekali. Kita drop itu kan di DC mereka. Kita kan enggak mungkin satu-satu datengin Alfamart," kata Febby di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta TImur, Rabu (28/2/2024).
Dari situ, Bulog sudah tidak memilik tanggung jawab lagi. Ketika beras SPHP tiba di DC, pihak minimarket lah yang akan mengatur pengiriman ke masing-masing toko.
Mengingat ritel modern seperti Alfamart memiliki ribuan gerai tersebar di seluruh Indonesia, kata Febby, pasti tiap gerai harus menunggu giliran untuk dikirim beras SPHP.
"Dari DC itu mereka berapa hari. Katanya biasanya datang 3 4-hari. Mobil DC-nya kan juga keliling karena Alfamart kan banyak bukan main. Ribuan. Jadi mereka itu tinggal nunggu giliran," ujar Febby.
Jadi, menurut Febby, bukan karena distribusi beras SPHP ini belum merata, tapi karena faktor antrean pengiriman ke toko-toko.
Baca juga: Bulog Guyur 300 Ton Beras SPHP ke Pasar Johar Karawang, Harga Diklaim Mulai Turun
Febby menekankan bahwa dalam menggelontorkan beras SPHP, Bulog sebagai perusahaan yang dimiliki pemerintah, tidak bicara soal untung rugi.
Berbeda dengan pelaku usaha beras yang beberapa waktu ke belakang ini enggan memasok beras premium ke ritel modern karena harga gabah yang tinggi, membuat harga beras naik.
Baca juga: Beras SPHP Bulog Mulai Langka di Pasar Ritel Modern
Jika masih memaksakan memasok ritel modern, pelaku usaha beras ini disebut akan rugi karena tetap harus menjualnya tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Kalau bicara pelaku usaha beras, kalau dia beli beras harga gabahnya Rp 8 ribu terus dia produksi jadi Rp 16 ribu, terus dia harus jual rugi jadi 13 ribu, kan dia juga jadi mikir."
"Mending dia nggak mengisi di ritel modern karena ritel modern kan enggak boleh dijual di atas HET. Tapi saya rasa sudah normal kok," kata Febby.