Menurutnya, pendekatan interdisipliner, yaitu sebuah model yang menunjukkan hubungan timbal balik antara masyarakat, pengguna, dan pengembangan AI, akan memberikan hal yang positif melalui kemitraan manusia-AI.
Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc., IPU. perekayasa ahli utama di Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, saat ini sudah begitu banyak adopsi Generative AI yang sangat cepat oleh sektor industri.
"Sekarang memang waktunya bagi sektor industri untuk berinvestasi di generative AI," kata Prof Hammam.
"Kita ingin pengembangan AI generatif tetap bisa dikendalikan oleh manusia. Karena itu AI governance seperti surat edaran Kominfo diperlukan seperti AI governance yang dilakukan di luar negeri," lanjutnya.
Dia mengatakan, di kawasan ASEAN, negara-negara ASEAN sudah menerbitkan ASEAN AI Guide untuk memberikan panduan AI governance di negara-negara anggotanya.
Terkait tantangan yang dihadapi dalam adopsi AI, hampir setengah dari bisnis Indonesia yang disurvei (47 persen) mengalami kesulitan menangani kesenjangan keterampilan digital, terutama dalam hal pengelolaan tim, memanfaatkan keahlian khusus, dan mendorong komunikasi yang dibutuhkan.
Kurangnya tata kelola data internal (40 persen) sering kali dapat menyebabkan terlewatnya target dan objektif karena data tersebar di berbagai sistem seperti penggunaan beberapa sistem ERP, sistem manajemen gudang, dll.
Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No. 9 tahun 2023 tentang Pedoman Etika AI dinilai jadi tonggak sejarah penting bagi Indonesia, yang menguraikan prinsip-prinsip etika untuk perilaku bisnis AI.
Termasuk di dalamnya, tiga kebijakan tentang nilai etika, pelaksanaan etis, dan penggunaan yang bertanggung jawab dalam pengembangan AI.
Roy Kosasih menekankan, tujuan AI adalah untuk meningkatkan kecerdasan manusia dan bahwa pemanfaatan era AI harus menyentuh banyak orang, bukan hanya beberapa kalangan saja.
"Data dan wawasan harus menjadi milik penciptanya, serta teknologinya harus transparan dan dapat dijelaskan, dengan pemahaman yang jelas tentang siapa yang melatih sistem AI, data apa yang digunakan, dan yang paling penting, apa yang dipakai untuk membuat rekomendasi algoritma mereka,” ujarnya.
Pada tata kelola AI, serangkaian pembatas bisa memastikan teknologi dan sistem AI aman dan etis.
"Kerangka kerja, aturan, dan standar yang mengarahkan penelitian, pengembangan, dan penerapan AI akan memastikan keselamatan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," tegasnya.
Riset tentang adopsi AI ini dilakukan oleh Advisia Group, mewakili IBM, bekerja sama dengan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA).