Menyoroti hal ini, dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengungkapkan, hilirisasi yang awalnya pertambangan, tetapi saat ini juga bicara melalui sketor Akuakultur dan agrikultur yang sifatnya lebih banyak menyerap tenaga kerja.
“Ada produktivitas dari hulu ke hilir, mengurangi emisi karbon. Sementara hilirisasi pertanian dekat dengan green economy menciptakan sirkular ekonomi. Bukan hanya sekadar menghasilkan industri mikro produk barang jadi,” katanya.
Untuk itu, Faisal menyebutkan, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan hilirisasi agar UMKM masuk dalam rantai pasok. Pertama, standar spek harus memenuhi ekspetasi konsumen. Kedua, memiliki volume besar.
“Dalam memenuhi hal ini, maka diperlukan peran agregator. Di mana produk petani yang kecil dikumpulkan untuk bisa mensuplai ke industri besar membangun inkubator, serta kemudahan sertifikasi dan lainnya,” ungkap Faisal.
Ketiga, adalah kontinuitas. Menurut Faisal, tidak ada hilirisasi tanpa hulu yang kuat. Karena UMKM harus menyediakan suplai yang banyak dan berkelanjutan.
“Industri besar banyak sudah memenuhi tapi banyak juga yang terkendala hulu kurangnya bahan baku. Maka, tiga hal ini yang biasa menjadi permasalahan. Dibutuhakn peran Pemerintah dalam memastikan tiga hal ini bisa dipenuhi. Serta peran berbagai stakeholder menyelesaikan permasalahan tersebut,” tegasnya.