News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BBM Bersubsidi

Pertamina dan Kementerian ESDM Sudah Bahas Pertalite Akan Dihapus, Apa Hasilnya?

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi BBM Pertalite. Diskusi secara formal maupun non formal telah dilakukan oleh Pertamina bersama stakeholder terkait mengenai rencana penghapusan Pertalite.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) masih enggan merinci mengenai rencana mereka tidak lagi menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan 90 (RON 90) atau dikenal masyarakat Pertalite.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan, rencana ini masih dalam tahap pengkajian.

"Masih kami kaji," katanya ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2024) malam.

Baca juga: Pertamina Tak Ingin Jual Pertalite Lagi, Janjikan Oktan Lebih Tinggi Seharga Rp10.000 per Liter

Ia mengatakan, diskusi secara formal maupun non formal telah dilakukan oleh Pertamina bersama stakeholder terkait mengenai rencana ini.

"Ya, untuk diskusi secara formal maupun non formal juga kami lakukan dan kemarin Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) juga menyampaikan bahwa kalau memang tidak ada penambahan anggaran, itu dimungkinkan," ujar Fadjar.

Ia menenkankan, rencana ini merupakan bentuk semangat Pertamina menjalankan regulasi, yakni sesuai apa yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah tentukan mengenai batas nilai oktan sebuah BBM.

Regulas itu tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.P/20/menlhk/setjen/kum.1/3/2017 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O.

Dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri LHK tersebut disebutkan bahwa bahan bakar minyak jenis bensin minimal memiliki nilai oktan (RON) 91.

"Kita kan semangatnya untuk di satu sisi menjalankan regulasi, karena regulasi KLHK kan minimal BBM itu RON-nya 90, sekarang pertalite masih 90," tutur Fadjar.

Selain menjalankan regulasi, ia mengatakan rencana meniadakan Pertalite ini juga sebagai upaya Pertamina terus berinovasi dalam transisi energi.

"Kita juga ingin terus berinovasi untuk menciptakan transisi energi. Kemudian mengurangi emisi, kita juga harus menghasilkan produk BBM yang ramah lingkungan," kata Fadjar.

"Jadi, semanagtnya ke situ. Tapi, untuk kelanjutannya, saya jawab belum," lanjutnya.

Jauh sebelum ini, rencana penghapusan Pertalite sudah disuarakan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Ia menginginkan Pertalite tidak lagi dijual di Indonesia mulai 2024 dan diganti menjadi RON 92.

Hal tersebut dilakukan dengan mencampur bensin Pertalite (RON 90) dengan Etanol 7 persen (E7), sehingga menjadi Pertamax Green 92.

Sehingga ke depan, Pertamina hanya menjual tiga jenis produk bensin dan ramah lingkungan, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).

"Kami akan keluarkan Pertamax Green 92-Pertalite dicampur etanol jadi 92. Ini kita yakini dapat berikan manfaat," ungkap Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (30/8/2023).

Namun, saat itu Nicke menyebut kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.

"Program Langit Biru tahap 2 dari RON 90 ke RON 92. Sesuai KLHK, oktan yang boleh dijual itu 91, aspek lingkungan menurunkan emisi karbon, bioetanol, bioenergi terpenuhi dan menurunkan impor," papar Nicke.

"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," lanjutnya.

Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganyanya tentu akan diatur oleh pemerintah.

"Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," tutur Nicke.

Kajian tersebut menurut Nicke, dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan.

"Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun. Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan," kata Nicke.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini