TRIBUNNEWS.COM -- Asosiasi angkutan penyeberangan menagih pemerintah untuk menerapkan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi lintas antarprovinsi dan lintas antarnegara sesuai dalam aturan yang telah disepakati.
Para pengusaha telah beberapa kali diajukan, namun realisasinya belum mencapai perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) sebagaimana yang telah dihitung bersama dengan menggunakan formulasi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 66 Tahun 2019.
Ketua Umum Indonesian National Ferry & Port Owners Association (INFA & PORT), JA Barata mengatakan, meskipun telah secara bersama antar pemerintah dan para stakeholder/mitra kerja terkait dihitung HPP Angkutan Penyeberangan, tetapi pemerintah dalam hal ini Kemenhub memberlakukan tarif tersebut secara bertahap.
Baca juga: Pengguna Angkutan Penyeberangan Tertinggi di H-3 Lebaran untuk Angkutan Umum
"Kadang diberikan penyesuaiannya 11 persen, pernah juga penyesuaian 5 persen. Sehingga, dari tahun 2019 sampai sekarang tarif angkutan penyeberangan belum diterapkan 100 persen sesuai HPP-nya," kata Barata kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Minggu (28/4/2024).
Ia mengatakan bahwa kenaikan tarif penyeberangan yang terjadi pada Februari 2024 lalu yang berkisar di angka 5 persen, hanya mengerek tarif tiket menjadi sekitar 75 persen dari aturan pemerintah.
Tarif Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antarpropinsi dan Lintas Antarnegara yang berlaku saat ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomot KM 172 tahun 2022, besaran tarif tersebut rata-rata masih 28 persen - 25 persen di bawah HPP yang telah disepakati bersama.
Dijelaskannya, ada beberapa alasan INFA & PORT mengajukan Usulan Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi tersebut.
Perhitungan HPP tarif angkutan penyeberangan tersebut telah 5 tahun berjalan.
"Meskipun telah beberapa kali mengalami penyesuaian secara bertahap, namun sampai saat ini tarif angkutan penyeberangan belum mencapai 100 persen HPP (masih 28 persen - 25 persen di bawah HPP," jelasnya.
Berikutnya, perkembangan situasi dan kondisi perekonomian telah mengalami perubahan yang nilainya jauh di atas pehitungan nilai komponen pada perhitungan HPP lima tahun lalu.
Ia memberikan contoh, pembelian plat baja, suku cadang Impor yang harganya semakin mahal, karena nilai rupiah yang terus meningkat (kurs dolar AS pada akhir tahun 2019 Rp 13.880/dolar AS sementara pada bulan April 2024 rupiah telah mencapai Rp. 16.200/dolar AS.
Baca juga: Cara Beli Tiket Kapal Penyeberangan Melalui Ferizy
"Beban inflasi yang sampai saat ini berada di atas 5 persen, yang berdampak terhadap beban barang kena pajak naik dan biaya lain-lain juga naik," jelasnya.
Kenaikan harga Pelumas Pertamina pada Tahun 2023 sebesar 35 persen.
Kewajiban pengusaha yang harus mengakomodadi kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) setiap tahunnya.