TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan bandara-bandara yang dicabut status internasionalnya itu karena sudah bertahun-tahun tidak melayani penerbangan rute internasional.
Sedikitnya, sudah empat tahun tidak aktif sejak awal pandemi Covid-19 sehingga dapat dikatakan bandara internasional itu tanpa penumpang asing.
Bahkan setelah pandemi pun ketika jumlah bandara internasional ditambah itu juga tidak melayani.
Baca juga: Bandara Internasional Indonesia Jadi 17, INACA: Tingkatkan Konektivitas Transportasi Udara Nasional
“Tetapi pemerintah daerah dan warganya juga tidak menyadari bahwa bandara mereka tidak melayani penerbangan internasional,” kata Alvin kepada Tribun Network, Senin (29/4/2024).
Barulah terbit Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Tatanan Bandar Udara Nasional.
Beleid itu membuat gegap gempita dan gaduh publik, tidak ubahnya di jagat maya.
Kedua, ketika melayani penerbangan internasional pun penumpang untuk rute internasional itu mayoritas adalah warga negara Indonesia, pemegang paspor Indonesia.
“Sampai 90 persen itu pemegang paspor Indonesia yang paling rendah itu 70 persen pemegang paspor Indonesia,” kata Alvin, mantan anggota Ombudsman RI.
Hal itu, sambung dia, mengindikasikan bahwa bandara internasional tidak mendatangkan tamu dari negara lain.
Alvin juga menyayangkan pemerintah daerah tidak ada upaya mempromosikan daerahnya ke negara lain.
Baca juga: Bandara Internasional Indonesia Jadi 17, INACA: Tingkatkan Konektivitas Transportasi Udara Nasional
Promosi itu tidak hanya wisata tapi perdagangan, industri, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sebagainya yang menarik orang luar untuk datang.
Bandara internasional yang tadinya berjumlah 34 menjadi 17 selama ini tidak banyak mendatangkan penumpang dari negara lain.
“Yang pemegang paspornya seimbang itu paling tidak hanya dua bandara yakni Bandara Soekarno Hatta dan Bandara I Gusti Ngurah Rai,” imbuhmya.
Lebih Efisien
PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) menyambut positif langkah Pemerintah dalam penetapan status bandara internasional di seluruh Indonesia.
Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi mengatakan dengan berlakunya Keputusan Menteri Perhubungan 34/2024 sejalan dengan program transformasi proses penataan bandara Indonesia.
Ini memiliki tujuan untuk membangun konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem aviasi yang lebih baik termasuk bandara.
“Sebelum diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Km 31 Tahun 2024, 31 bandara InJourney Airports berstatus internasional di Indonesia,” ucap Faik.
Faktanya, banyak sekali bandara berstatus internasional namun sudah lama tidak ada penerbangan internasional, atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali seminggu.
“Ini menjadi tidak efisien serta banyak fasilitas di terminal internasional yang disiapkan sesuai standar regulasi dimanfaatkan secara terbatas, bahkan menganggur terlalu lama seperti fasilitas x-ray, ruang tunggu di terminal, dan sebagainya. Karena itu, perlu dilakukan penataan ulang oleh pemerintah,” kata tambahnya.
Melalui proses transformasi bandara yang tengah berlangsung, yang diawali dengan penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, InJourney Airports akan menerapkan pola regionalisasi di 37 bandara yang dikelola.
Dengan konsep regionalisasi, bandara ada yang diposisikan sebagai hub dan ada yang sebagai spoke.
Nantinya, bandara yang sudah tidak berstatus internasional bukan berarti akan sulit terakses oleh penumpang/turis internasional, namun dengan pola hub dan spoke itu lah dapat membangun konektivitas yang baik dari bandara hub ke seluruh wilayah Indonesia.
“Pola seperti ini best practice di industri aviasi global dan sudah berlaku umum di banyak negara yang terbukti lebih efektif,” jelas Faik.
Dia mencontohkan negara Amerika Serikat yang memiliki sekitar 2.000 bandara, hanya 18 bandaranya yang berstatus internasional/point of entry penerbangan internasional ke negara Amerika Serikat, akses penumpang internasional ke dan menuju Amerika Serika melalui 18 bandara tersebut, yang kemudian didesain terhubung secara mudah ke bandara-bandara lain yang non-internasional.
Sebagai gambaran, sebelumnya InJourney Airports mengelola 37 bandara dengan 31 bandara berstatus internasional dan 6 bandara berstatus domestik.
Dari 31 bandara yang berstatus internasional, setelah terbitnya KM 31 Tahun 2024, 16 bandara berstatus internasional dan 15 bandara InJourney Airports menjadi berstatus domestik.
Secara terperinci, Faik menjelaskan 16 bandara yang dikelola yang saat ini telah ditetapkan berstatus internasional yakni Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, Bandara Kualanamu Deli Serdang, Bandara Minangkabau Padang, Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, dan Bandara Kertajati Majalengka.
Selanjutnya yakni Bandara Internasional Yogyakarta Kulon Progo, Bandara Juanda Surabaya, Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Zainuddin Abdul Madjid Lombok, Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara Sam Ratulangi Manado, serta Bandara Sentani Jayapura.
“Melalui implementasi aturan Kementerian Perhubungan tersebut, kami optimistis tatanan kebandarudaraan nasional akan menjadi lebih baik dan juga berimplikasi positif terhadap konektivitas udara dan pariwisata di Indonesia,” tutup Faik. (Tribun Network/Reynas Abdila)