TRIBUNNEWS.COM - Sebagai bentuk komitmen mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri, KB Bank menjalankan sejumlah upaya strategis, salah satunya melalui fasilitas pembiayaan kredit kepada para petani tebu.
Langkah tersebut ditandai dengan perjanjian kerja sama strategis yang dilakukan oleh KB Bank dengan perusahaan produsen gula PT. Pabrik Gula Rajawali II (PG Rajawali II) dan perusahaan data analitik terkait pertanian dengan menggunakan teknologi satelit PT. Mata Langit Solusindo (MATA), yang bertujuan untuk membangun ekosistem keuangan terkait pertanian tebu di Indonesia.
Kolaborasi strategis ini turut mendapat dukungan dari Pemerintah Korea Selatan yang memfasilitasi lokasi penandatanganan kerja sama di Kedutaan Besar Korea Selatan, serta penandatanganan yang dihadiri langsung oleh Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Lee Sang-deok.
Selain itu, hadir pula oleh Direktur Badan Pangan Nasional Indonesia, Arief Prasetyo Adi, CEO KB Bank, Tom (Woo Yeol) Lee, CEO ID Food Frans Marganda Tambunan, CEO Rajawali II Ardian Wijanarko, dan CEO MATA Hadi Kurnia.
Melalui perjanjian kerja sama strategis dengan Rajawali II dan MATA, KB Bank berkomitmen untuk memberikan dukungan keuangan produktif kepada lebih dari 5.000 kebun tebu yang merupakan bagian dari Rajawali II dengan menggunakan teknologi keuangan canggih KB.
Baca juga: Dukung Pertumbuhan Otomotif, KB Bank dan Daimler Indonesia Jalin Kerja Sama Dealer Financing
Sementara itu, MATA akan menyediakan solusi data yang memungkinkan pemantauan kondisi cuaca, kelembaban tanah, jumlah pupuk, dan kesehatan tebu dengan menggunakan teknologi satelit, serta memberikan perkiraan produksi tebu enam bulan sebelum panen.
CEO KB Bank Tom (Woo Yeol) Lee mengatakan, "Melalui kesepakatan ini, kami akan bekerja sama secara aktif dengan teknologi keuangan terdepan KB dan teknologi pertanian terdepan MATA untuk membangun ekosistem keuangan yang dioptimalkan untuk kebun tebu dan perusahaan produksi gula di Indonesia. Kami berkomitmen untuk bekerja sama secara aktif dengan pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan utama mereka untuk meningkatkan produksi gula dan stabilisasi harga."
Dia juga menambahkan, "KB Bank akan terus berupaya memberikan dukungan keuangan yang cepat dan lancar kepada para petani yang berada di luar jangkauan layanan keuangan, mulai dari dukungan keuangan untuk pertanian tebu hingga ekspansi ke sektor lain seperti beras, jagung, dan minyak sawit, untuk mendukung pembangunan masyarakat lokal dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian Indonesia.”
Pemerintah Indonesia memiliki harapan besar untuk meningkatkan produksi tebu melalui peningkatan infrastruktur pertanian. Melalui perjanjian kerja sama ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai tujuan swasembada gula nasional.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini masih bergantung pada impor gula dari negara-negara seperti Thailand, India, dan Australia untuk mengatasi kekurangan produksi gula dalam negeri. Namun, kuota ekspor dari negara-negara tersebut mengalami penurunan akibat konflik di Timur Tengah dan fenomena El Niño, serta kenaikan harga gula global, sehingga menyulitkan upaya pemerintah dalam memastikan pasokan gula yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri.
Selain itu, kolaborasi ini juga menekankan pada pengurangan emisi karbon selama produksi tebu yang diyakini memiliki dampak lebih besar daripada tanaman lain. Kedua belah pihak sepakat untuk berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca melalui proyek sertifikat karbon di masa depan.
Hal ini merupakan komitmen nyata KB Bank untuk menerapkan prinsip keberlanjutan yang sejalan dengan pilar Environment, Social, dan Governance (ESG) dengan memacu laju portofolio hijau, salah satunya di sektor agribisnis, serta sesuai dengan nilai-nilai KB Financial Group dan KB Kookmin Bank sebagai pemegang saham pengendali KB Bank, yang merupakan leader pembiayaan berbasis ESG di Korea Selatan.
Baca juga: KB Bank Sukses Turunkan Rasio Kredit Berisiko LAR di Bawah 35 Persen