Perusahaan itu lantas diganti namanya menjadi Barito Pacific Timber.
Tetapi, Prajogo kembali mengubah nama Barito Pacific Timber menjadi Barito Pacific pada 1993, setelah melakukan diversifikasi ke lini bisnis lain.
Sejak saat itu, bisnis Prajogo merambah ke berbagai bidang.
Di tahun 2007, Prajogo mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia, Chandra Asri.
Empat tahun kemudian, ia menyelesaikan merger dengan Tri Polyta Indonesia untuk menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Lalu, pada 2021, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri.
Sebagian besar harta Prajogo berasal dari meroketnya nilai kepemilikan sahamnya di perusahaan produsen energi panas bumi, Barito Renewable Energy - yang juga milik Prajogo.
Saham perusahaan tersebut telah meningkat lima kali lipat sejak didaftarkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Oktober 2023, dengan lonjakan 25 persen tercatat dalam satu hari pada pekan lalu.
Barito Renewable merupakan induk perusahaan Star Energy Geothermal Group, produsen panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas 886 megawatt.
Star Energy mengoperasikan tiga proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi yang terletak di Jawa Barat.
Perusahaan ini juga memiliki izin untuk melakukan eksplorasi di beberapa bagian Maluku Utara dan Lampung.
Diketahui, Green Era, kantor keluarga Prajogo yang berbasis di Singapura, mengambil alih Star Energy, dengan mengakuisisi sepertiga saham BCPG Thailand senilai 440 juta dolar AS (Rp6,8 triliun), pada tahun lalu.
Sisa sahamnya sudah dipegang oleh Barito Pacific, perusahaan induk yang terdaftar dimana Prajogo memiliki saham mayoritas.
Prajogo juga baru-baru ini mendapatkan keuntungan dari investasinya pada batu bara.