Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi melihat kebijakan potongan iuran tabungan perumahan rakyat atau Tapera menimbulkan protes keras dari masyarakat.
Tulus mengatakan, suatu kebijakan tidak akan menimbulkan gelombang protes yang luas jika kebijakan tersebut dianggap baik oleh masyarakat. Menurutnya, suatu kebijakan pasti menimbulkan pro dan kontra, namun untuk Tapera gelombang protesnya lebih besar.
"Kami melihat ada kebijakan pemerintah yang mungkin niatnya baik tapi menimbulkan kontra keras dari masyarakat. Saya melihat proses pembuatan kebijakan ada masalah," ujar Tulus saat diskusi dengan media, Selasa (11/6/2024).
Baca juga: Dana Iuran Pekerja di Tapera Akan Diinvestasikan ke Obligasi, Ini Alasannya
Tulus menyoroti protes masyarakat bahwa subsidi adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, menjadi polemik lantaran masyarakat ikut menanggung subsidi.
Di sisi lain, kata Tulus, ada deadlock perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah sekira 9,9 juta.
"Kalau disamakan BPJS Kesehatan tidak bisa sama, kalau BPJS Kesehatan itu filosofi bagus. Konteks rumah complicated," kata Tulus.
Sebab, YLKI melihat kehawatiran masyarakat bahwa ketika sudah memasuki masa pensiun belum tentu mendapatkan rumah. Lalu, kekhawatiran selanjutnya nilai rumah ketika pensiun akan jauh lebih tinggi dari saat ini.
"Kalau tabungan tapera hanya Rp 30-35 juta apakah ada rumah seharga itu. Rumah subsidi saja sudah Rp 200 juta. Ini krusial isu kenapa masyarakat mempertanyakan," ucap Tulus.
YLKI melihat kebijakan iuran Tapera perlu dikaji ulang. Terutama soal proses pembuatan kebijakan.
Baca juga: BP Tapera: Pemotongan Gaji Pekerja untuk Iuran Tapera Tak Dilakukan Serentak, tapi Bertahap
"YLKI menimang bahwa kebijakan ini dalam proses pembuatan kebijakan perlu pengkajian ulang atau penundaan," terang Tulus.
Sebelumnya, kebijakan Tapera ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo dengan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Kebijakan tersebut mengatur pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen yang nantinya akan dialokasikan menjadi tabungan mereka untuk sebuah rumah di masa yang akan datang.