News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Badan Pangan Nasional Yakini Stop Boros Pangan Bisa Tekan Angka Impor Pangan RI

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Aktivitas pekerja saat memikul beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan menggencarkan program stop boros pangan pada tahun 2025.

Menurut Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, jumlah pangan yang terbuang saat ini sejatinya bisa untuk memberi makan hingga 125 juta jiwa.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) maupun data dunia, pangan yang terbuang itu kurang lebih sekitar 30 persen dan ini setara dengan memberikan makan kepada 60 sampai 125 juta jiwa," katanya ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).

Baca juga: 4 Bansos yang Cair Bulan Agustus 2024, Ada Bansos Beras 10 Kg hingga PKH

Sarwo kemudian mencontohkan beras. Dia bilang, kebutuhan nasional beras selama setahun sebanyak 31 juta ton beras, yang berarti per bulannya 2,6 juta ton beras.

Jika bisa menghemat boros pangan hingga 20 persen saja, artinya Indonesia bisa menghemat sekitar 6 juta ton beras.

"Kalau kita bisa menghemat boros pangan ini, misalnya 20 persen saja dari 30 persen yang terbuang, contohnya beras, berarti kita bisa menghemat sekitar 6 juta ton," ujar Sarwo.

Menurut dia, 6 juta ton merupakan angka yang luar biasa karena bisa untuk memberi makan bagi 60 hingga 80 juta jiwa.

"Kalau kita bisa berhemat 20 persen saja misalnya beras, maka impor tidak perlu dilakukan. Hari ini kan sudah 2,2 juta ton (impor beras yang dilakukan Indonesia)," tutur Sarwo.

"Artinya, kalau kita bisa berhemat sedikit untuk program stop boros pangan ini, insyaallah kita tidak impor. Itu yang harus kita pahami," pungkasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Food Waste Index Report UNEP (United Nations Environment Programme) 2021, sekitar 13 persen dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss).

Baca juga: Berkaca Imbas Pandemi dan Perang, Menlu RI Ajak Negara Asia Tenggara Kerja Sama Ketahanan Pangan

Lalu, 17 persen pangan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste).

Sementara itu, menurut kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2021, Food Loss and Waste di Indonesia pada tahun 2000-2019 mencapai 115-184 kg/kapita/tahun.

Jumlah tersebut sepatutnya dapat memberi makan 61-125 juta orang atau sama dengan 29-47 persen populasi rakyat Indonesia.

Rancangan Perpres Tentang Susut dan Sisa Pangan

Guna menurunkan angka food waste, Bapanas tengah mendorong rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Susut dan Sisa Pangan (SSP).

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, rancangan Perpres ini akan memberikan progres positif terhadap upaya bersama mengurangi susut dan sisa pangan.

Proses ini pun terus didorong guna menghadirkan satu regulasi terkait pengurangan susut dan sisa pangan.

"Food waste harus kita tekan karena berdampak pada ketahanan pangan, bahkan lingkungan dan ekonomi kita," ujar Arief dalam keterangan tertulis, Kamis (11/7/2024).

Saat ini, penyusunan rancangan Perpres SSP terus bergulir. Bapanas telah melakukan finalisasi rancangan untuk segera berproses sesuai mekanisme yang ada dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang pangan.

Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Bapanas Nita Yulianis menjelaskan, susut dan sisa pangan itu bukanlah limbah.

Susut pangan merupakan penurunan kuantitas pangan yang terjadi pada proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan.

Sisa pangan merupakan pangan layak dan aman dikonsumsi manusia yang berpotensi terbuang menjadi sampah makanan pada tahap distribusi dan konsumsi.

"Jadi, sisa pangan itu adalah makanan yang masih bisa dimakan, namun tidak bisa dikonsumsi karena faktor tertentu," ujar Nita.

"Misalnya, makanan yang tersisa karena tidak habis terjual. Sisa pangan ini masih layak konsumsi dan dalam kondisi aman untuk dimakan," lanjutnya.

Selaras dengan penyusunan regulasi SSP ini, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga telah meluncurkan Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.

Dalam peta jalan tersebut ditargetkan pengurangan SSP hingga 75 persen pada tahun 2045.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini