News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Susi Pudjiastuti: Daripada Diekspor, Gunakan Sedimen Laut untuk Tinggikan Daratan Pantura

Penulis: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Unggahan kritik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terhadap keputusan pemerintahan Joko Widodo membuka lagi keran ekspor pasir laut. Kritikan ini diunggah Susi Pudjiastuti melalui akun dia di media sosial X, Kamis, 19 September 2024 (foto kiri) dan tanggapan netizen (kanan).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak keputusan Pemerintahan Joko Widodo mengekspor pasir laut atau sedimen laut ke luar negeri.

Menurutnya, daripada mengekspor sedimen laut ke luar negeri, lebih baik dimanfaatkan untuk kemaslahatan di dalam negeri, untuk meninggikan wilayah pesisir pantura di Pulau Jawa yang selama ini mengalami abrasi parah.

Kritikan tersebut dilontarkan Susi Pudjiastuti ke pemerintah melalui unggahan cuitan di media sosial X pada Kamis, 19 September 2024.

Dia mengingatkan, pasir, sedimen apapun disebutnya sangat penting untuk keberadaan kita.

"Bila kita mau ambil pasir/sedimen, pakelah untk meninggikan wilayah Pantura Jawa dll yang sudah parah kena abrasi dan sebagian sudah tenggelam," saran Susi Pudjiastuti.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. 

 

Dia juga menyarankan kepada pemerintahan Joko Widodo agar mengembalikan tanah daratan dan sawah-sawah masyarakat di Pantura yang kini hilang tenggelam oleh abrasi laut.

"Kembalikan tanah daratan sawah2 rakyat kita di Pantura. BUKAN DIEKSPOR!! Andai dan semoga yg mulia yg mewakili rakyat Indonesiaa memahami. Terima kasih," tulis Susi Pudjiastuti.


DPR Minta Batalkan Ekspor Pasir Laut

Rencana ekspor pasir laut atau sedimen laut ini sudah mengundang kritik luas. Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mendesak pemerintah membatalkan izi ekspor pasir laut ataupun hasil sedimentasi laut.

Amin menyampaikan, dari hasil kajian yang ada, baik laporan dari berbagai kekuatan civil society maupun hasil pemantauan komisi-komisi terkait di DPR menunjukkan masih lemahnya teknologi, sistem, dan pengawasan di laut.

Ativitas penambangan hasil sedimentasi laut maupun ekspor pasir laut dalam praktiknya lebih banyak mudarat atau kerugiannya ketimbang keuntungan yang didapat.

"Siapa yang bisa menjamin bahwa pasir yang dikeruk adalah hasil sedimentasi, bukan pasir laut? Pemerintah gembar-gembor soal teknologi pengawasan yang canggih, faktanya untuk mengawasi aktivitas perikanan terukur dan illegal fishing saja kita belum siap," ujar Amin di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Menurut dia, di lapangan, masih banyaknya kasus penambangan ilegal pasir laut, seperti di Kepulauan Riau dan Kepulauan Seribu.

Baca juga: Dikritik Greenpeace, Luhut Klaim Ekspor Pasir Laut Sudah Pertimbangkan Dampak Lingkungan

Tanpa pengawasan dan pengendalian yang tegas, kata Amin, kebijakan mengenai pasir laut atau hasil sedimentasi laut ini menjadi kontra-produktif dengan gembar-gembor pemerintah sendiri mengenai pengembangan ekonomi hijau.

"Kalau ekosistemnya rusak akibat penambangan pasir laut dan hasil sedimentasi, maka janji soal ekonomi hijau hanya omong kosong belaka. Karena ekosistem mangrove, padang lamun, maupun terumbu karangnya hancur," tutur Amin.

Kapal penambang pasir laut ilegal yang diamankan petugas di perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (14/2/2022). Pemerintahan Jokowi kembali mengizinkan ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. (dok. Kompas.com)

Kritikan terhadap rencana ekspor pasir laut juga disampaikan Pengamat maritim Indonesia dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.

Menurut dia, secara teknis, sedimen laut adalah material yang terakumulasi di dasar laut, yang terdiri dari berbagai partikel, termasuk pasir.

"Meskipun istilahnya berbeda, proses pengambilan sedimen dalam jumlah besar tetap melibatkan pengangkatan material dari dasar laut," ujar Marcellus saat dihubungi Tribunnews, Selasa (17/9/2024).

Menurutnya, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir.

Baca juga: Soal Aturan Ekspor Pasir Laut, Menteri Trenggono: Kita Tunggu Menteri Perdagangan

Pengambilan sedimen yang berlebihan berpotensi menyebabkan perubahan topografi dasar laut dan mengganggu keseimbangan ekologi, seperti erosi pantai yang berakibat pada degradasi habitat laut dan ancaman terhadap kehidupan laut.

"Pengambilan sedimen laut secara signifikan juga bisa merusak ekosistem yang sensitif, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove," terang Marcellus.

Selain itu, berpotensi pula menutupi habitat-habitat penting. Terumbu karang, misalnya, sangat bergantung pada perairan yang bersih dan jernih, sementara kehadiran sedimen berlebih dapat memblokir sinar matahari yang dibutuhkan oleh alga simbiotik untuk melakukan fotosintesis, sehingga mengancam kelangsungan hidup terumbu karang.

"Dampak jangka panjangnya dapat berupa penurunan keanekaragaman hayati laut dan berkurangnya populasi ikan, yang secara langsung mempengaruhi nelayan lokal yang bergantung pada ekosistem ini," terang Marcellus.

Selain dampak ekologi, menurutnya, pengambilan sedimen juga bisa mempercepat erosi garis pantai. Sedimen di dasar laut memainkan peran penting dalam menstabilkan pantai dan melindunginya dari erosi alami.

Pengangkatan sedimen dalam skala besar dapat melemahkan fondasi alami pantai, mempercepat proses erosi, dan menyebabkan hilangnya daratan, terutama di wilayah pesisir yang rentan.

"Bagi masyarakat pesisir, erosi pantai ini bisa mengancam permukiman, infrastruktur, dan mata pencaharian mereka. Selain itu, kerusakan lingkungan yang terjadi akibat erosi bisa mengakibatkan biaya rehabilitasi yang sangat tinggi, baik secara ekonomi maupun ekologi, dan ini akan memerlukan intervensi jangka panjang dari pemerintah," katanya.

Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi Setelah 20 Tahun Dibekukan

Ekspor pasir laut atau sedimen laut dibuka lagi oleh pemerintah Joko Widodo di ujung selesainya masa pemerintahan setelah 20 tahun dibekukan.

Kementerian Perdagangan telah merevisi dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang ekspor pasir laut.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

“Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (10/9/2024).

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim (Kompas.com/Elsa Catriana)

Isy meyakini, tujuan pengaturan ekspor pasir laut ini sejalan dengan PP Nomor 26 Tahun 2023.

Menurut dia, pengaturan dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.

Selain itu, pengaturan ekspor pasir laut disebut dapat mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Jenis pasir laut yang boleh diekspor diatur dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.

Untuk dapat mengekspor pasir laut dimaksud, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi berdasarkan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.

Ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan terdapat Laporan Surveyor (LS).

Agar dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kemendag, pelaku usaha dan eksportir wajib memperoleh Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari KKP.

Baca juga: Respon Menko Marves Luhut Soal Ekspor Pasir Laut: Masih Dilarang

Pelaku usaha dan eksportir juga wajib memperoleh Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar bisa ditetapkan sebagai ET.

Selain itu, pelaku usaha dan eksportir wajib membuat surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi di laut yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Setelah memenuhi persyaratan sebagai ET, pelaku usaha dan eksportir dapat melengkapi syarat untuk memperoleh PE.

Syaratnya, yaitu wajib memiliki Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi di Laut dari KKP dan telah memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).

Jenis pasir laut yang dilarang diekspor diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024.

Kedua Permendag diundangkan di Jakarta pada 29 Agustus 2024 dan akan berlaku setelah 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan.

“Kami harap pelaku usaha dapat menjalankan peraturan ini sebaik-baiknya, sehingga berdampak baik terhadap perekonomian Indonesia," pungkas Isy.

Untuk diketahui, revisi dua Permendag tersebut dalam rangka mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Selain itu, juga sebagai tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Revisi tertuang dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor

Lalu, Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini