Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pabrik tekstil yang mengalami kebangkrutan semakin masif. Akibatnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak dapat terhindarkan.
Data dari Kementrian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa selama Januari-Agustus 2024, angka PHK di Indonesia mencapai 46.240 orang.
Sektor tekstil, bersama industri manufaktur, pengolahan, garmen, dan alas kaki, menyumbang jumlah PHK tertinggi.
Sementara itu, baru-baru ini juga ada perusahaan tekstil yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, yaitu PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex), yang berpotensi mengakibatkan PHK karyawan.
Baca juga: Ada Gelombang PHK, Serikat Buruh Desak Pemerintah Hentikan Pembahasan RPMK Kemasan Polos Tanpa Merek
Alasan bangkrutnya pabrik tekstil dan berujung pada PHK di dalam negeri ini pun diungkap oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat.
Menurutnya, industri tekstil domestik mulai tertekan setelah konflik antara Rusia dan Ukraina.
Industri tekstil dalam negeri yang rata-rata merupakan eksportir, terkena dampak dari peristiwa global tersebut.
Sebagian besar industri tekstil di Indonesia bergantung pada pasar internasional, dan kondisi global ini berdampak signifikan terhadap mereka.
"ini kan tekstil sudah mulai trennya itu turun gitu ya karena waktu itu alasan mereka adalah terjadi perang Ukraine dan juga Rusia," kata Mirah kepada Tribunnews, dikutip Kamis (26/9/2024).
"Mereka kemudian mengalami penurunan terus karena faktor luar negeri itu mempengaruhi kuat, sangat kuat," lanjutnya.
Idealnya, saat pasar internasional tidak menentu, industri tekstil semestinya bisa memindahkan pasar mereka ke dalam negeri. Namun, itu tidak dapat terjadi.
Mirah menyebut ada regulasi yang membebaskan produk impor tekstil masuk, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Peraturan tersebut dianggap menjadi puncak dari merosotnya industri tekstil dalam negeri, sehingga menyebabkan PHK masif.