Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut diprediksi akan sangat merugikan negara.
Berdasarkan hasil studi lembaga penelitian ekonomi dan kebijakan publik, CELIOS, ekspor sedimen laut hanya mendatangkan potensi keuntungan yang kecil bagi negara.
Simulasi yang dilakukan CELIOS menemukan adanya dampak negatif berupa penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp1,22 triliun dan pendapatan masyarakat akan menurun hingga Rp1,21 triliun.
Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengatakan, berbagai klaim pemerintah bahwa ekspor sedimen laut akan meningkatkan keuntungan ekonomi dan pendapatan negara, ternyata berlebihan.
Ia mengungkap bahwa estimasi pendapatan negara hanya bertambah Rp 170 miliar jika menghitung dampak tidak langsung ke sektor lapangan usaha secara keseluruhan.
Meski pengusaha ekspor sedimen laut mendapat keuntungan sebesar Rp 502 miliar, tetapi terdapat kerugian yang dialami oleh pengusaha di bidang perikanan.
“Modelling ekonomi yang dilakukan CELIOS memvalidasi bahwa narasi penambangan pasir laut akan mendorong ekspor dan penerimaan negara secara signifikan tidaklah tepat," kata Huda dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10/2024).
"Penerimaan negara dari pajak tidak mampu menutup kerugian keseluruhan output ekonomi yang berisiko turun Rp1,13 triliun," lanjutnya.
Studi CELIOS juga menunjukkan bahwa setiap peningkatan ekspor sedimen laut berisiko mengurangi produksi perikanan tangkap.
Baca juga: PKS Desak Presiden Jokowi Batalkan Kebijakan Izin Ekspor Pasir Laut
Akibat adanya ekspor sedimen laut sejumlah 2,7 juta m3, ada penurunan nilai tambah bruto sektor perikanan yang ditaksir mencapai Rp1,59 triliun.
Ditaksir pendapatan nelayan yang hilang sebesar Rp 990 miliar dan berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor perikanan sebesar 36.400 orang.
Huda pun membeberkan sejumlah rekomendasi dari CELIOS untuk pemerintah perihal ekspor sedimen laut ini.
Pertama, mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta aturan turunannya guna melindungi ekosistem pesisir dan kesejahteraan nelayan lokal.
Baca juga: Tak Setuju Ekspor Pasir Laut, DPR: Pulau-pulau Kecil Bisa Hilang Lagi
Kedua, menghentikan seluruh proses penerbitan izin penambangan sedimen laut, baik untuk domestik maupun ekspor.
Ketiga, mendorong potensi ekonomi restoratif di pesisir yang selaras dengan perlindungan lingkungan hidup.
Contohnya seperti pengolahan produk perikanan bernilai tambah, budidaya rumput laut, dan ekowisata berbasis pesisir.
Keempat, menyusun program restorasi ekosistem laut yang rusak akibat pencemaran air, penebangan hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, dan reklamasi pantai.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka kembali ekspor sedimen laut dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, Mei 2024.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kemudian menerbitkan aturan turunannya, yakni Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang menjadi penanda dibuka keran ekspor sedimen laut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, ekspor sedimen laut hanya dapat dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Menurut Isy, mengekspor sedimen mendatangkan sejumlah keuntungan bagi Indonesia.
Pertama, pengerukan sedimen bisa membantu agar alur pelayaran tidak terganggu.
"Yang kedua tentu buat negara kan ada pemasukan. Kita mengeruk sedimen sekaligus juga ada pendapatan negara," ucap Isy.