Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo menegaskan, pemerintahan era Prabowo Subianto tidak akan menaikkan rasio utang Indonesia secara agresif.
Awalnya, Hashim mengatakan, terdapat kekeliruan terhadap pemberitaan oleh media asing.
Menurutnya, media tersebut menyampaikan, bahwa pemerintahan Prabowo akan menaikkan rasio utang Indonesia
"Pak Prabowo tidak akan menaikkan utang nasional kita secara mendesak," ujar Hashim di Jakarta, Senin (7/10/2024).
Baca juga: Utang Pemerintah Jokowi Naik Tiga Kali Lipat, Ini Pesan Ekonom ke Prabowo
Hashim memaparkan, rasio utang Indonesia tidak sampai 40 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB.
Dia membandingkan dengan negara-negara lain, yakni Malaysia 61 persen dari PDB, Filipina 57 persen, dan Thailand 45 persen
Menurut Hashim, rasio utang juga tidak akan di atas ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen dari PDB
"Utang nasional kita sangat rendah. Tapi memang dibatasi oleh Undang-Undang 60 persen," ujar Hashim.
Hashim menjelaskan, rencana pemerintahan era Prabowo dalam menaikkan rasio utang, yakni di kisaran 1-2 persen penambahan.
"Tidak benar kita akan menambahkan utang nasional secara mendadak. Itu nanti gradual," terang Hashim.
Selain itu, Hashim menegaskan, untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintahan Prabowo akan mencegah celah-celah untuk korupsi.
Diketahui, berdasarkan data Kementerian Keuangan posisi utang pemerintah mencapai Rp8.262,10 triliun di akhir Maret 2024.
Posisi utang itu menurun dibandingkan dengan posisi pada Februari 2024 yang mencapai Rp8.319,2 triliun.
Dalam rancangan awal APBN 2025, atau APBN saat mulai beroperasinya pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, selain defisit pada APBN yang dirancang berkisar antara 2,45-2,82 persen dari PDB, rasio utang dirancang sedikit naik dari kondisi saat ini, yakni pada kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen.