Menurut Bob, UMP 2025 yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak bisa diterapkan secara merata di semua daerah. Sebab kondisi ekonomi dan kemampuan perusahaan di tiap daerah berbeda.
Oleh karena itu, Apindo terus mendorong seluruh anggotanya untuk terus memperkuat hubungan bipartit dengan para pekerja demi mendapatkan titik temu besaran upah yang ideal di setiap perusahaan.
“Komunikasi bipartit bisa menjadi solusi soal besaran upah ini dengan menyepakati Struktur Upah dan Skala Upah (SUSU). Kami mendorong anggota Apindo untuk membangun SUSU berdasarkan kompetensi.
Caranya setiap perusahaan berdiskusi dengan serikat pekerja untuk membangun struktur skala upah. Nantinya serikat akan memberi masukan dan pendapat kepada perusahaan sampai terjadi kesepakatan. Jadi jangan hanya fokus pada UMP nasional saja, tetapi di tingkat perusahaan juga harus ada dialog,” kata Bob.
SUSU tersebut nantinya akan berbeda di setiap perusahaan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
“Kalau keuangan perusahaannya bagus, lalu profesionalisme pekerjanya bagus silakan bisa dibicarakan. Tetapi kalau perusahannya tidak bagus, mungkin akan menahan diri,” imbuhnya.
Ia menambahkan, di bidang industri dikenal istilah Kaitz index, yaitu salah satu metode internasional yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya upah minimum di suatu wilayah.
Caranya adalah dengan membandingkan upah minimum yang ditetapkan dengan upah rata-rata riil yang diterima pekerja di daerah tersebut.
Bob menyebut angka ideal Kaitz index adalah 0,4 sampai 0,6 atau 40% sampai 60% upah rata-rata dibandingkan dengan upah minimum.
“Di Indonesia angka indeksnya itu hampir 1,2. Artinya upah minimum yang ditetapkan malah lebih tinggi dari upah rata-rata yang riil diterima pekerja. Karena masalahnya ada di pembahasan bipartit yang tidak jalan. Struktur terkecil dari hubungan industrial di Indonesia tidak terbangun, akibatnya jadi titik negatif investasi negara kita. Tanpa adanya investasi dari luar mana bisa, karena investasi itu perlu konsistensi regulasi,” pungkas Bob.
Kemnaker sendiri memastikan akan menetapkan UMP 2025 pada November 2024. Menaker Yassierli menyebut pembahasan soal UMP masih berjalan saat rapat kerja dengan Komisi IX di Gedung DPR.
Kemnaker menurutnya akan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai basis dalam menentukan UMP 2025 berdasarkan simulasi, perhitungan inflasi hingga pertumbuhan ekonomi.
"Kita tunggu dulu data dari BPS sesudah itu kita lihat perhitungannya seperti apa, skenarionya seperti apa," ungkapnya.
Pemerintah menurutnya belum memutuskan formulasi perhitungan UMP 2025. Namun, ia menyebut formulasi perhitungan UMP tahun-tahun sebelumnya adalah inflasi + (pertumbuhan ekonomi X indeks tertentu/α) seperti yang diatur dalam PP Nomor 51.
Dalam pasal 26 beleid tersebut, formula perhitungan Upah Minimum mencakup tiga variabel, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (disimbolkan dalam bentuk α atau alfa). Indeks tertentu berada dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30.