Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendukung target Pemerintah yang ingin menggenjot kinerja pertumbuhan ekonomi di angka 8 persen. Namun, hal tersebut perlu dilakukan dengan sejumlah upaya.
Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan, salah satu upaya yang dimaksud yakni meningkatkan kinerja konsumsi masyarakat.
Oleh karenanya, KSPI mendorong adanya kenaikan upah minimum para buruh di Indonesia.
Baca juga: 21 Pasal UU Cipta Kerja Diubah, Perusahaan Tak Bisa Lagi Sewenang-wenang PHK Karyawan
Said Iqbal juga menyoroti bahwa pengaturan terkait upah sudah semestinya diubah pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
"Ingat enggak, Pak Prabowo bilang menyatakan ingin mengejar 8 persen (pertumbuhan ekonomi). Ya kalau pakai PP 51 enggak tercapai," ucap Said Iqbal dalam dialog bersama Tribunnews, dikutip dalam siaran YouTube, Minggu (3/11/2024).
Menurut Said Iqbal, PP Nomor 51 Tahun 2023 yang merupakan bagian dari paket Undang-Undang Cipta Kerja, disebut pengaturan upahnya cenderung ditentukan oleh Pemerintah pusat.
Padahal seharusnya, pengaturan upah minimum perlu melalui dialog antara serikat pekerja/serikat buruh, APINDO, KADIN, Dewan Pengupahan di Daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya.
"Upah itu pada Omnibus Law ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat. Padahal setiap daerah kemampuannya berbeda. Kemudian, dewan pengupahan tidak difungsikan, baik di Kabupaten Kota maupun provinsi," ucap Said Iqbal.
Dalam kesempatan tersebut, KSPI juga mendorong adanya kenaikan upah berkisar antara 8 hingga 10 persen.
Baca juga: Jumhur Hidayat Puji Presiden Prabowo Gerak Cepat Tangani Potensi PHK Buruh Sritex
Kenaikan persentase upah minimum harus disesuaikan dengan situasi perekonomian di suatu wilayah.
Sebagai contoh, saat ini rata-rata pertumbuhan ekonomi di dalam negeri sekitar 5 persen per tahun.
Kemudian, rata-rata inflasi tahunan di Indonesia berkisar sekitar 3 persen.
Dengan demikian, kenaikan upah minimum setidaknya minimal 8 persen.
"Kalau kita krisis, ini bisa kita pahami (upah minimum tak naik). Tapi ini kan ekonomi tumbuh diantara rata-rata 5 persen," ungkap Said Iqbal.
"Kemudian inflasi diantara rata-rata 2 sampai 3 persen ke atas. Jadi aneh kalau upah itu naik di bawah inflasi," sambungnya.
Oleh karenanya, Said Iqbal menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Omnibus Law UU Cipta Kerja, merupakan kemenangan bagi buruh.
Diketahui dalam amar putusan perkara nomor 168/PUU/XXI/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, setidaknya terdapat 25 poin amar putusan. Diantaranya soal upah hingga izin pekerja asing di Indonesia.
Selain itu Said Iqbal menegaskan, wajib hukumnya melakukan dialog mengenai tindak lanjut pasca-putusan MK.
Termasuk pembicaraan soal formula penentuan upah minimum.
Yakni mengajak serikat pekerja/serikat buruh, APINDO, KADIN, dan para pemangku kepentingan lainnya untuk berdialog.
"Makanya kita minta gugatan upah dikembalikan peran daripada Dewan Pengupahan, dan kenaikan upah harus inflasi plus pertumbuhan ekonomi," papar Said Iqbal.
"Harus dirundingkan di daerah oleh Dewan Pengupahan di daerah, bukan sepihak oleh pemerintah pusat. Jadi di sini buka ruang diskusi dan dialog," pungkasnya.
----