News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tak Ada Alasan Bagi Pemerintah Terapkan PPN 12 Persen, Masyarakat dan Pengusaha Kompak Menolak

Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Dampak kenaikan PPN tidak hanya sebatas penambahan tarif sebesar 1 persen, melainkan akan meluas di sepanjang rantai pasok.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dari sebelumnya 11 persen ditentang berbagai kalangan, mulai dari buruh hingga pengusaha.

Kenaikan PPN tersebut merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan DPR bersama pemerintah.

Adapun penerapan PPN 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim) Triyono Prijosoesilo menjelaskan, secara riil kenaikan PPN berpotensi lebih dari 1 persen karena akan terjadi pembulatan ke atas ketika produk minuman ringan dijual di kalangan pengecer.

Sebagai contoh, di atas kertas harga minuman ringan senilai Rp 3.500 akan naik jadi Rp 3.535 jika tarif PPN berubah dari ke 12 persen. 

Baca juga: Ramai-ramai Kritik Tarif PPN 12 Persen: Warganet Serukan Petisi, Jadi Ujian Prabowo Tunaikan Janji?

Namun, harga produk tersebut berpotensi naik menjadi Rp 3.600 bahkan hingga Rp 4.000 di tingkat eceran.

"Kenaikan harga minuman ringan di tingkat eceran akan mengurangi penjualan, karena daya beli konsumen masih rentan," kata Triyono dikutip Kamis (21/11/2024).

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (GABEL) Daniel Suhardiman, dampak kenaikan PPN tidak hanya sebatas penambahan tarif sebesar 1 persen, melainkan akan meluas di sepanjang rantai pasok industri elektronik.

"PPN 12 persen tidak bisa diartikan bahwa harga jual produk hanya akan naik 1 persen. Rantai pasok dari produsen hingga konsumen cukup panjang, mencakup produsen, sales marketing, logistik, distributor, hingga ritel. Kami tidak bisa mengatur harga yang ditetapkan masing-masing rantai pasok. Di ujungnya, konsumen bisa saja merasakan kenaikan harga 3 persen hingga 5 persen," jelas Daniel.

Menurut Daniel, kenaikan ini dikhawatirkan akan menekan daya beli konsumen yang saat ini baru mulai pulih setelah sempat mengalami tantangan ekonomi seperti deflasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Dengan kenaikan harga yang tak terhindarkan, konsumen mungkin akan menunda pembelian produk elektronik, yang secara langsung akan menurunkan permintaan pasar," tambahnya.  

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, kenaikan tarif PPN tentunya akan mengerek harga jual produk-produk di pasar, mengingat PPN adalah bagian dari komponen biaya.

Sehingga, Apindo pun mengingatkan ke pemerintah agar mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari pemberlakuan PPN 12 persen awal tahun depan. 

Apalagi, rencana kenaikan PPN terjadi di tengah daya beli masyarakat belum stabil, sehingga tingkat produksi dari sisi pelaku usaha berisiko turun. Hal ini akan berimbas pula pada berkurangnya permintaan bahan baku.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini