News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Temuan Ombudsman RI Terkait Tata Kelola Sawit Dinilai Harus Jadi Perhatian Semua Pihak

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Bogor, Jawa Barat.

"Dalam hal ini, pemerintah perlu membentuk badan nasional urusan kelapa sawit yang berada langsung di bawah Presiden dan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) guna mewujudkan tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan," tandas Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.

Lebih jauh, Prof Budi Mulyanto mengusulkan perlu dilakukan penyederhanaan peraturan perundangan Sawit (semacam omnibus law sawit) yang mengatur urusan sawit dari hulu ke hilir.

"Mengingat sawit istimewa bagi bangsa Indonesia, banyak manfaatnya dan banyak urusannya maka satu Badan untuk mengelola urusan sawit A-Z (tentu didasarkan pada peraturan perundangan yang sudah lebih sederhana), sehingga masyarakat mendapat pelayanan satu pintu," papar Prof Budi Mulyanto.

Disamping itu, kata dia, badan ini harus mengelola satu data sawit yang diupdate secara periodik sesuai ruang dan waktu bagi perbaikan dan pengembangan industri sawit  (continuous improvement).

"Harapan saya dimulai oleh Pemerintah Presiden Prabowo, industri sawit berkembang lebih mantab dan tertata, sehingga nilai Easy of Doing Business (EODB) Indonesia meningkat, dan investor yakin berinvestasi di sektor sawit."

Usulkan UU Perkelapasawitan

Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengungkapkan fakta di lapangan memang sudah ada keterlanjuran terkait permasalahan tumpang tindih lahan sawit.

Meskipun dirinya sejatinya juga tidak sepakat dengan istilah keterlanjuran tersebut.

Pertama, masyarakat petani sawit yang tidak paham regulasi memanfaatkan lahan yang dianggap sebagai tanah negara.

Kedua, ada pelaku usaha sawit yang memproses izin setengah jadi tiba-tiba ada kebijakan dari Kementerian Kehutanan.

Sehingga penanaman tidak bisa dilanjutkan karena ditetapkan sebagai kawasan hutan. Ketiga, pelaku usaha yang benar-benar  menabrak aturan. Yakni, mereka langsung menanam sawit di kawasan hutan tanpa ada proses izin.  

Menurut dia, penyelesaiannya menurut UU Cipta Kerja ada tiga skema. Bagi petani yang tidak tahu diberikan hak pinjam pakai maksimal 5 hektare untuk mengelola sawitnya sampai meninggal dunia.

 Setelah itu, lahan diberikan ke negara untuk dikembalikan fungsinya sebagai Kawasan hutan.

"Nah kemudian bagi yang setengah proses akibat kesalahan kebijakan dan kemudian di situ tak bisa dilanjutkan itu juga harus diberikan sanksi, tapi sanksinya tidak seberat yang nabrak tadi," ungkap Firman.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini