TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, telah disepakati pemerintah dan DPR hanya untuk barang mewah.
Adapun kenaikan PPN merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Siapa dikenakan PPN 12 persen, barang-barang yang masuk kategori mewah, baik itu impor maupun dalam negeri yang selama ini sudah dikenakan PPnBM," kata Ketua Komisi 11 DPR Mukhamad Misbakhun, dikutip Jumat (9/12/2024).
Secara tidak langsung, kata dia, masyarakat kalangan ataslah yang akan dibebankan kenaikan tarif PPN 12 persen karena mereka mempunyai kemampuan membeli barang mewah.
Baca juga: Soal Perluasan Barang Bebas PPN, Ini Kata Airlangga Hartarto
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan barang yang akan dikenakan kenaikan tarif PPN 12 persen diantaranya kendaraan dan rumah yang tergolong mewah.
"Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah, yang semuanya serba mewah," katanya.
Apa itu Pajak Barang Mewah
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ialah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat penyerahan barang ke produsen
Barang yang Masuk dalam Barang Mewah
Penetapan barang yang masih dalam kelompok barang mewah dalam aturan PPnBM, dibagi dalam dua ketentuan yakni kendaraan bermotor dan barang selain kendaraan bermotor.
Penetapan barang mewah dalam kelompok barang selain kendaraan bermotor, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2023.
Adapun barang yang ditetapkan dalam kelompok barang mewah, yakni:
- Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp 30 miliar atau lebih.
- Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
- Kelompok peluru senjata api dan senjata ap1 lainnya, kecuali untuk keperluan negara Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.
- Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara.
Adapun PPnBM berlaku untuk kendaraan bermotor dengan CC tertentu.
Namun, pemerintah menghapus sementara PPnBM kendaraan listrik pada tahun ini untuk memberikan insentif kepada industri tersebut.
Ketentuan PPnBM kelompok kendaraan bermotor diatur dalam PMK No. 9 Tahun 2024 dan PMK No. 42 Tahun 2022, berikut ketentuannya:
- Mobil golf (termasuk golf buggy) dan kendaraan semacam itu.
- Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, pantai, gunung, dan kendaraan sejenis.
- Kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan mesin piston pembakaran dalam bolak-balik dengan kapasitas silinder melebihi 250 cc
- Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
- Kendaraan bermotor dengan kapasitas silinder melebihi 4.000 cc.
- Kendaraan bermotor kabin ganda dengan kapasitas silinder 3.000 cc ke atas.
- Kendaraan bermotor dengan angkutan di bawah 10 orang dengan mesin 1.500 cc ke atas.
Dampak Kenaikan PPN
Dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen terhadap harga barang disebut akan jauh lebih besar daripada kenaikan tarif pajak itu sendiri.
Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho menyebutkan, meski secara pajak hanya naik 1 persen, secara harga barang bisa naik setara dengan 9 persen.
"Naik dari 11 persen menjadi 12 persen itu kalau kita berbicara mengenai kenaikan harga itu setara dengan kenaikan 9 persen. Dari 110 jadi 120 itu kan sebetulnya 9 persen gross-nya," katanya kepada Tribunnews, Kamis (5/12/2024).
Andry menjelaskan bahwa proses produksi dari bahan baku menjadi sebuah produk jadi juga akan dikenakan PPN, sehingga bisa terjadi double taxation.
Selain itu, dalam proses distribusi juga akan terkena PPN, maka dari itu biaya yang ditimbulkan juga akan menignkat.
Akibatnya, menurut Andry, bukan tidak mungkin bahwa kenaikan harga yang terjadi di pasar akan lebih besar dari sekadar 9 persen, bahkan bisa mencapai 15-20 persen.
"Nah, apa yang terjadi dari situ? Yang terjadi adalah kenaikan harganya bisa jadi bukan 9 persen, bisa jadi 15-20 persen. Nah apakah kenaikan tersebut setara dengan kenaikan upah? Itu kan pertanyaannya," ujar Andry.
"Jadi, balik lagi ini menurut saya masyarakat pada akhirnya boncos juga gitu ya. Kenaikan upahnya tidak seberapa, tetapi kenaikan harga yang terjadi di tahun depan itu jauh lebih tinggi daripada kenaikan upahnya," ucapnya.
Andry memandang pemerintah perlu membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Keputusan untuk menaikkan hanya PPN akan menjadi beban bagi masyarakat karena berdampak pada daya beli mereka.