TRIBUNNEWS.COM - Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menilai fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah tepat.
Adapun fatwa yang dimaksud yakni tentang beribadah di saat pandemi global virus corona (Covid-19) di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Mengingat di Indonesia sendiri pasien positif Covid-19 sudah mencapai 309 orang.
Hal ini disampaikan Nasaruddin melalui konferensi pers di Gedung BNPB pada Jumat (20/3/2020).
Baca: Bima Arya Positif Corona, Pemerintahan Kota Bogor Sementara di Bawah Koordinasi Dedie A Rachim
Baca: Bima Arya Positif Corona, Pemerintahan Kota Bogor Sementara di Bawah Koordinasi Dedie A Rachim
"Sehubungan dengan adanya keadaan darurat yang sedemikian mencemaskan ini, agama menganjurkan kita untuk melakukan ikhtiar-ikhtiar," ujarnya, dikutip dari siaran langsung YouTube BNPB.
"Setiap kali kita bicara tentang takdir maka setiap itu pula kita harus bicara tentang ikhtiar," imbuhnya.
"Apa yang sebaiknya dilakukan oleh umat islam dalam era seperti sekarang ini, saya kira Fata MUI sudah dikenal oleh semuanya," katanya.
Nasaruddin mengaku telah melakukan analisis secara mendalam terkait fatwa MUI itu.
Ia juga menilai fatwa tersebut sudah tepat.
"Saya sebagai imam besar masjid juga sudah melakukan analisis yang mendalam, dasar-dasar dan dalil-dalil yang digunakan oleh MUI pusat itu sudah sangat tepat," tegasnya.
"Oleh karena itu kita bagi orang yang beragama tidak ada cara lain untuk mengikutinya," jelasnya.
"Tidak mungkin kedua institusi ini akan memberikan suatu fatwa yang tidak sejalan dengan apa yang menjadi kenyataan," imbuhnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)
Isi Fatwa MUI
MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.
Salah satu isi fatwa adalah mengatur tentang ibadah salat Jumat dan mengenai ketentuan yang harus dilakukan terhadap jenazah pasien pengidap virus corona atau Covid-19.
Selain itu, MUI juga menegaskan fatwa haram atas tindakan yang menimbulkan kepanikan, memborong, dan menimbun kebutuhan pokok berserta masker.
Menurut Ketua Dewan Fatwa MUI Hasanuddin, fatwa ini disahkan pada Senin (16/3/2020).
"Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Seperti apa isi fatwa lengkap MUI terkait wabah Covid-19? Berikut isi lengkapnya:
Ketentuan Hukum
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain.
Baginya salat Jumat dapat diganti dengan salat zuhur di tempat kediaman, karena salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jemaah salat lima waktu atau rawatib, salat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu atau rawatib, tarawih, dan ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona.
Seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat zuhur di tempat masing-masing.
Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jemaah salat lima waktu atau rawatib, salat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap salat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.
9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.
Rekomendasi
1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency.
2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan.
Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.
Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 21 Rajab 1434 H/16 Maret 2020 M
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MUI Rilis Fatwa Terkait Ibadah Saat Wabah Corona, Ini Isi Lengkapnya"