TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membatalkan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2020, Selasa (24/3/2020).
Pengganti UN 2020 nantinya pun menjadi perhatian.
Dilansir Kompas.com, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung pemerintah membatalkan UN tahun 2020 sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19 atau virus corona.
Namun FSGI meminta jangan sampai kebijakan pengganti UN 2020 justru merepotkan bagi para siswa, guru, maupun orangtua.
Hal tersebut disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) FSGI Satriwan Salim.
“Catatannya adalah jangan sampai UN 2020 ditiadakan, tetapi pemerintah tetap membuat penilaian Ujian Sekolah Online (Daring) misalnya saja. Semoga ini tidak terjadi. Sama saja akan mempersulit siswa, guru, dan orang tua,” katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (24/3/2020).
Baca: Ridwan Kamil Ungkap Kondisi Wakil Wali Kota Bandung dan Bupati Karawang yang Positif Corona
Menurut Satriawan, jika UN 2020 diganti ujian secara online, hal tersebut dinilai menambah berat dan menyulitkan.
“(Menyulitkan) dari aspek persiapan teknis, kesiapan SDM, guru dan tenaga teknis lain, kesiapan infrastruktur, mengingat Indonesia sangat luas dengan geografis yang unik."
"Apalagi di tengah kondisi bencana nasional seperti sekarang,” tuturnya.
Lebih lanjut Satriwan mengungkapkan, anggaran UN dapat dialokasikan untuk penanganan wabah covid-19.
“Kita tahu anggaran pelaksanaan UNBK selama ini masih cukup besar, ratusan miliar. Dengan ditiadakannya UN 2020, alokasi anggarannya bisa dialihkan untuk membantu penanganan penyebaran Covid-19,” ucap dia.
Baca: Nadiem Makarim Ajak Mahasiswa Kesehatan Jadi Relawan Cegah Corona
Tanggapan DPR RI
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian meminta petunjuk teknis pengganti UN segera dikeluarkan.
"Sudah banyak pertanyaan yang masuk ke saya terkait pembatalan UN ini. Saya harap Kemendikbud segera menerbitkan juknis agar tidak menimbulkan kebingungan lebih lanjut di masyarakat," kata Hetifah dilansir Kompas.com, Selasa (24/3/2020).
Hetifah menilai, ada berbagai macam cara untuk mengevaluasi dan menentukan kelulusan siswa selain melalui metode ujian nasional.
Misalnya ujian tertulis secara daring, proyek akhir tahun, hingga nilai rapor sebelumnya.
"Hal ini sebaiknya diserahkan kepada masing-masing sekolah untuk memilih opsi yang paling sesuai dengan keadaan siswanya," ucapnya.
Pemerintah pun diminta terbuka terhadap aspirasi masyarakat.
Hal tersebut agar dalam proses penilaian terhadap kelulusan siswa dapat berjalan dengan baik dan adil.
Sebelumnya diketahui, Jokowi memutuskan meniadakan ujian nasional (UN) untuk tahun 2020.
Keputusan tersebut disampaikan Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman melalui keterangan tertulis, Selasa (24/3/2020).
"Keputusan ini sebagai bagian dari sistem respons wabah Covid-19 yang salah satunya adalah pengutamaan keselamatan kesehatan rakyat."
"Seperti yang telah disampaikan bahwa sistem respons Covid-19 harus menyelamatkan kesehatan rakyat, daya tahan sosial, dan dunia usaha," ujar Fadjroel Rachman.
Fadjroel mengungkapkan peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus corona SARS 2 atau covid-19.
Sementara itu UN ditiadakan untuk tingkat sekolah menengah atas (SMA) atau setingkat madrasah aliyah (MA), sekolah menengah pertama (SMP), atau setingkat madrasah tsanawiyah (MTs), dan sekolah dasar (SD) atau setingkat madrasah ibtidaiyah (MI).
Jokowi sebelumnya menegaskan keselamatan siswa menjadi pertimbangan.
Catatan Jokowi, ada 8,3 juta siswa yang semestinya mengikuti UN 2020 dari 106.000 sekolah di seluruh tanah air.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Devina Halim/Doni Prabowo)