TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah pusat Republik Indonesia mendapat usulan untuk menangani penyebaran virus corona atau Covid-19 dari para kepala daerah.
Dua kepala daerah yang menyampaikan usulan ke pemerintah pusat adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Keduanya meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera memutuskan kebijakan baru terutama di masing-masing wilayah persebaran corona.
Usul Karantina Wilayah
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku memang sudah mengirim surat usulan karantina wilayah.
Baca: Gejala Virus Corona dan Cara Mencegah, Penelitian Inggris: Suhu Panas di Dada
Tapi keputusan penetapan sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Kami di DKI memang mengusulkan itu (karantina wilayah), menyampaikan surat terkait itu. Keputusan mengenai karantina wilayah ada di kewenangan pemerintah pusat," ungkap Anies di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2020).
Dalam surat usulan karantina wilayah, Anies menuangkan sejumlah pengecualian bagi lima sektor esensial.
Lima sektor mendasar yang diizinkan masih tetap berkegiatan diantaranya sektor energi, pangan, kesehatan, komunikasi, dan keuangan.
"Di dalam usulan kami, ada beberapa sektor yang tetap berkegiatan. Sektor energi, pangan, kesehatan, komunikasi, keuangan. Itu yang kita pandang. Lima itu esensial," jelas Anies.
Sementara saat ini ia mengakui Pemprov DKI beberapa hari terakhir tengah menyusun skenario pengaturan distribusi logistik bagi masyarakat, sebagai antisipasi jika karantina wilayah ibu kota disetujui.
"Kalau langkah kita siapkan semua skenario. Hari-hari ini kita mengatur menyusun distribusi logistik untuk masyarakat," ujar Anies.
Minta Kejelasan Zona Merah
Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Gubernur DIY Sri Sultan HB X, memiliki usulan berebda dari Anies Baswedan.
Ia meminta kepada Presiden Jokowi agar membuka informasi daerah zona merah.
Demikian agar dapat mengantisipasi daerah pergi dan datang masyarakat.
Hal ini juga disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat berdialog dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui teleconference pada Senin (30/3/2020) dalam rangka menyikapi mudik.
Di dalam dialog tersebut, Sri Sultan HB X juga meminta pemerintah pusat untuk membuka informasi daerah mana saja yang masuk dalam zona merah.
"Saya menyampaikan ke Bapak Presiden, kota mana, wilayah mana yang (zona) merah. Supaya kami ini masyarakat yang mau pergi maupun yang akan datang itu dari awal sudah bisa kita antisipasi kalau dia dari wilayah merah, kita tahunya kan hanya Jakarta dan sekitarnya," tuturnya.
Keterbukaan informasi daerah mana saja yang masuk dalam zona merah lanjutnya sangat penting bagi pemerintah daerah.
Sebab, hal itu dibutuhkan untuk menyusun kebijakan-kebijakan.
"Dengan ditentukan itu jangan sampai terjadi nanti ini merah sudah bisa jadi hijau, tetapi hijau ini masuk ke kawasan merah atau sebaliknya dari yang tidak merah, hijau, masuk ke kawasan merah jadi merah, yang sini juga jadi merah semua, berarti apa? berpindah. Bukan memotong menyelesaikan, tapi justru virus berpindah-pindah dari yang merah ke hijau," ujarnya.
Sikap Istana
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menegaskan penerapan darurat sipil menjadi langkah terakhir pemerintah dalam menangani Covid-19 di Indonesia.
Opsi darurat sipil akan dilakukan jika virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, China ini telah menyebar semakin masif.
Darurat Sipil adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang di seluruh atau sebagian wilayah.
Pernyataan Fadjroel ini disampaikan dalam program Sapa Indonesia Malam yang dikutip dari YouTube Kompas Tv, Selasa (31/3/2020).
Fadjroel menyampaikan dalam menangani Covid-19 saat ini, pemerintah masih mengupayakan pembatasan sosial berskala besar dan physical distancing.
"Dari pernyataan presiden yang jadi arahan di Ratas pada Senin, 30 Maret 2020, apa yang menjadi prinsipnya yang pertama yakni asas keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," kata Fadjroel.
"Adapun penerapan tentang darurat sipil hanya menjadi langkah terakhir apabila pembatasan sosial bersakla besar plus pendisiplinan hukum ini tidak berjalan semestinya," imbuhnya.
Kemudian Jubir Presiden ini menyinggung terkait kondisi di India terkait penanganan Covid-19.
Dimana darurat sipil akan di berlakukan jika keadaan sudah mengkhawatirkan.
"Seperti yang kita lihat di India misalkan, Nah itu sudah menuju ke arah apa yang di dalam peraturan pemerintah pengganti UU No 23 Tahun 1959," ujarnya.
"Itu disebut sebagai suatu keaadaan yang dikhawatirkan tidak dapat lagi diatasi melalui alat-alat perlengkapan secara biasa," kata Fadjroel.
Sehingga kata Fadjorel jika melihat kondisi di tanah air saat ini, Presiden menuturkan pembatasan sosial berskala besar dan pendisiplinan hukum sudah cukup dijalankan.
Lanjut Fadjroel hingga pandemi Covid-19 ini nanti dicabut oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).
"Sampai hari ini Presiden Joko Widodo menganggap apa yang dikerjakan oleh pemerintah sudah cukup dengan pembatasan sosial berskala besar, serta pendisiplinan hukum yang dijalankan melalui maklumat Kapolri dengan berbasis KUHP," tegasnya.
"Hingga Minggu, 29 Maret 2020 dilaporkan oleh Kapolri misalnya, pendisiplinan hukum denngan pembubaran kerumunan sudah berjumlah 10.424 kegiatan," ungkapnya.
"Sehingga Presiden Joko Widodo berharap hal ini, pendisiplinan hukum ini sudah cukup, sehingga kita tidak perlu melompat kepada langkah terakhir yaitu apa yang disebut Darurat Sipil," kata Fadjroel.
Lebih lanjut Fadjroel mengungkapkan pemerintah saat ini berharap tidak melangkah dengan menerapkan darurat sipil.
Karena menurutnya langkah tersebut dapat memicu kekacauan seperti yang terjadi di India saat ini.
"Kita berharap tidak melangkah ke arah sana, tidak berharap akan terjadi semacam kerusuhan sosial yang sekarang terjadi melalui lockdown seperti di India," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengintruksikan agar pembatasan pembatasan sosial berskala besar (Phsycal distancing) dengan lebih tegas.
Perintah ini disampaikan presiden dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona melalui telekonferensi, Senin, (30/3/2020).
"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas," kata Presiden yang dikutip dari Tribunnews.com.
Bahkan agar kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan masyarakat dapat disiplin, maka menurut Presiden perlu adanya kebijakan darurat sipil.
"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat, sipil," kata Presiden.
Presiden juga memerintahkan kepada jajaran kabinetnya untuk menyusun aturan pelaksanaan yang jelas terkait kebijakan physical distancing skala besar.
Aturan tersebut akan menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
"Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah," paparnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Danang Triatmojo,Isnaya, Taufik Ismail)(Kompas.com/Wijaya Kusuma)