News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pemerintah Pertegas Aturan Hukum PSBB

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil meminta pemerintah mempertegas aturan terkait pelanggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Upaya itu dilakukan guna mengantisipasi perbuatan sewenang-wenang dan diskriminatif yang dapat dilakukan aparat penegak hukum.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur.

Baca: Update Covid-19 di DIY 7 April 2020: 41 Pasien Positif, 1 Sembuh, dan 3 Meninggal Dunia

“Ketidakjelasan ini menjadikan masyarakat sebagai korban. Belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan, tetapi rakyat ditindak secara sewenang-wenang, termasuk rakyat yang terpaksa harus tetap keluar rumah memenuhi kebutuhan dasar,” kata Isnur, saat dihubungi, Selasa (7/4/2020).

Dia menyoroti upaya aparat Polda Metro Jaya menangkap 18 orang di wilayah Jakarta Pusat, pada 3 April 2020.

Mereka dijerat Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan/atau Pasal 218 KUHP, karena melanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Baca: Ketua Komisi XI Ingatkan Menkeu Terapkan Prinsip Transparan Saat Ambil Kebijakan Tangani Covid-19

Menurut Isnur, proses hukum itu tidak berdasar hukum dan aparat kepolisian melakukan perbuatan sewenang-wenang karena belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan.

Dia menjelaskan, di Indonesia belum ada penetapan PSBB. Sejauh ini, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tidak menetapkan bahwa pada wilayah tertentu di Indonesia diberlakukan PSBB.

“Menteri harus menetapkan PSBB sebagai upaya kekarantinaan kesehatan terlebih dahulu sebelum bisa memberlakukan Pasal 93 UU 6/2018. Polisi tidak bisa melakukan penangkapan ataupun menakuti-nakuti dengan ancaman pidana yang tidak berdasar,” ujarnya.

Baca: Rekomendasi 11 Film Box Office Indonesia Karya Falcon Pictures, Segera Tayang di Netflix

Selain itu, dia menilai, penerapan Pasal 218 KUHP tidak tepat diterapkan. Pasal itu hanya dapat diterapkan pada kerumunan yang mengacau. Jadi, dia menegaskan bukan orang berkerumun yang tenteram dan damai.

Untuk penggunaan pasal itu, kata dia, berkaitan dengan Pasal 510 dan Pasal 511 KUHP yang menjelaskan kondisi keramaian umum spesifik dalam bentuk pesta atau keramaian bagi khalayak ramai yang diadakan ditempat umum.

Terlebih lagi, dia menambahkan, kebijakan menangkap yang kemungkinan bisa diikuti dengan penahanan dan berujung pada pemidanaan bertentangan dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan sekitar 30 ribu narapidana dan anak yang menjalani program asimilasi dan integrasi.

“Pendekatan yang represif dan menggunakan pemidanaan tidak pernah terbukti berhasil menanggulangi persoalan kesehatan publik. Menggunakan hukum pidana untuk mengatur perilaku dan mencegah transmisi virus adalah langkah yang keliru,” tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini