TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait memandang kebijakan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak berperspektif dan sensitif terhadap hak anak.
Ia menejaskan kebijakan PSBB tidak selaras dengan ketentuan Konvensi Internasional PBB tentang Hak Anak tahun 1989 maupun UU RI No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Menurut pria berkacamata ini, sesungguhnya setiap negara yang menyatakan bencana alam dan non alam sebagai bencana nasional adan kewajiban suatu negara untuk menetapkan sebuah kebijakan sistem layanan kedaruratan.
Termasuk layanan kedaruratan bagi anak untuk mendapatkan jaminan, layanan kesehatan, makanan serta layanan pendidikan dengan menggunakan sistem kedaruratan.
"Namun bila dicermati lebih jauh lagi ternyata tidak ada satu kata pun aturan atau kebijakan PSBB yang memberikan orientasi jaminan perlindungan terhadap pelanggaran hak anak sebagai layanan kedaruratan," kata Arist dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribunnews, Sabtu (18/04/2020).
Arist melanjutkan penjelasannya, kesensitifan PSSB terhadap hak anak sendiri dapat dilihat jauh sebelum penerapan kebijakan ini.
Ia memandang jauh sebelum PSBB diberlakukan sebagai upaya memutus mata rantai penyebran Covid-19, anak sudah diminta jauh sebelumnya untuk" tinggal, belajar, bermain dan beribadah dirumah.
Baca: Menkes Setujui Penerapan PSBB Lima Wilayah di Provinsi Jawa Barat
Baca: Menteri Kesehatan Setujui Pemberlakuan PSBB di Kota Tegal
Namun tidak diikuti dengan pemenuhan hak-hak dasar lainnya, seperti pemberian makanan bergizi untuk meningkatkan kekebalan (immunity) tubuh anak untuk melawan serangan wabah corona.
"Sementara bantuan sosial kemanusiaan dalam bentuk pemberiaan sembako kepada masyarakat hanya berorientasi pada kebutuhan orang dewasa."
"Kebutuhan dasar berupa makanan untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak dari serangan wabah corona misalnya terabaikan," urai Arist.
Selain itu, pengabaian hak dan perlindungan anak oleh kebijakan PSBB juga terlihat dari tidak tersedianya data korban Covid-19 terkonfirmasi dari kalangan anak-anak.
Seperti berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan yang meninggal berdasarkan usia sekolah balita dan di atas balita, hingga berapa usia anak yang sembuh dari serangan pandemi Covid 19.
"Minimnya data yang terkonfirmasi ini membuktikan bahwa terabaikannya hak dasar anak termasuk hak anak untuk mendapat makanan dan kesehatan sebagai negara dalam bencana nasional," tegas Arist.
Ia memandang ketersediaan data di atas dibutuhkan supaya masyarakat dan pemerintah dapat menentukan arah dan kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan dan sensitif pada hak anak.
Baca: BREAKING NEWS PSBB Diberlakukan di Wilayah Bandung Raya Mulai Rabu, 22 April 2020
Baca: Survei SMRC: 39 Persen Masyarakat Setuju Jika Pelanggar PSBB Langsung Diberi Sanksi Tegas
Oleh sebab itu, Arist mengharapkan Gugus tugas Nasional Penanganan Pandemi Covid-19 setiap melaporkan perkembangan penyebaran wabah Corona.
Utamanya untuk memberikan data terkonfirmasi berapa jumlah anak yang terpapar virus Corona atau meninggal dunia dan atau sembuh berdasarkan klasifikasi usia.
Arist juga mengaku telah meminta dan menugaskan semua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) se-Nusantara untuk memulai mendata di masing-masing daerah pelayanannya.
Termasuk berusaha mendapat data-data akurat dan terkonfirmasi berapa jumlah anak yang terpapar wabah Covid 19, baik meninggal dan sembuh.
"Sebab sudah banyak anak yang dilaporkan dalam posisi terinfeksi Virus Corona di berbagai daerah seperti di Kutai Timur, di kabupaten Samosir dan di Manado."
"Ayo kita selamatkan Anak Indonesia dari serangan wabah Covid 19. Anak Indonesian Tangguh dan Merdeka," beber Arist.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)