TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan jemaah Tabligh, ustaz Khairul Marzuq dari Medan menceritakan bagaimana kehidupan mereka selama menjalani karantina di India.
Menurut informasi dari pemantauan Kementerian Luar Negeri Indonesia, ada 664 warga negara Indonesia di India yang tak bisa pulang.
Marzuq merupakan salah satu peserta Konferensi Delhi, acara tahunan Tablighi Jamaat, yang digelar di Nizamuddin, New Delhi, India, pada 13 hingga 15 Maret.
Marzuq merupakan salah satu yang menjalani isolasi atau karantina di Delhi.
Ia tak mengalami gejala corona atau Covid-19. Tapi ia kerap diberikan obat-obatan dosis tinggi oleh petugas di sana.
"Mereka memberikan kita obat-obatan yang dosisnya tinggi seperti paracetamol. Ini kan untuk obat demam saya pikir. Tapi kenapa kita diberikan, kita tidak ada demam, tidak ada batuk, tidak ada gejala apapun," ujar Khairul Marzuq Tribun.
Obat-obatan yang diberikan itu, menurut Marzuq, membuat sejumlah WNI yang menjalani karantina khawatir.
"Jangan-jangan kita malah tambah sakit dengan minum obat yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh kita," kata dia.
Tak ada perlakuan diskriminasi di India. Kata Marzuq, hanya beberapa WNI yang ditolak saat memasuki masjid.
Baca: Manchester United Dikapteni Gary Neville Lantaran Setiap Minggu Tampil di Lini Pertahanan
"Memang ada di beberapa tempat mereka tertolak dari masjid, banyak masyarakat yang tidak menerima," imbuh Marzuq.
Marzuq menyayangkan perlakuan petugas India kepada WNI. Mereka diperlakukan layaknya tahanan.
"Kita ini seperti tahanan dibuat oleh mereka," ucap Marzuq.
Marzuq mengatakan ada beberapa WNI yang paspor dan ponsel genggamnya ditahan oleh petugas.
Ditahan tanpa alasan jelas, tanpa surat resmi dari pemerintahan India.
"Banyak hal-hal mengganjal yang tidak sesuai prosedural itu yang menjadi tanda tanya bagi teman-teman saat ini," kata Marzuq.
Para WNI, kata Marzuq, semakin depresi dengan keadaan yang mereka alami di India.
Baca: Ungu Stop Bermusik, Oncy: Pasha Sibuk Tangani Wabah Virus Corona di Palu
Karena itu mereka meminta Pemerintah Indonesia untuk segera memulangkan mereka atau melakukan evakuasi.
"Kalau cerita makan sudah jelas terlambat, tidak ada makan tepat waktu, fasilitas tidak memadai," tutur Marzuq.
"Kita memohon kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan evakuasi secepat mungkin," ucapnya. (tribun network/denis)