Hal itu lantaran sumber daya medis yang jumlahnya sangat terbatas.
Sering terjadi di wilayah itu di mana pihak medis harus menentukan dalam hitungan menit pasien mana yang layak dirawat di rumah sakit dan mana yang harus dipulangkan.
Dari pandangan pasien, keputusan itu seolah seperti pilihan antara hidup dan mati.
Sifat virus corona yang rumit dan masih misterius membuat pihak medis kesulitan untuk menentukan.
Kondisi pasien yang gejalanya tampak biasa saja di awal bisa jadi membutuk dengan begitu cepat.
Diketahui, Arellano mulai mengeluh demam pada akhir Maret 2020.
Baca: Sosok Penemu Virus Corona, Ilmuwan Cerdas June Almeida Anak Sopir Bus yang Putus Sekolah
Baca: Di Tengah Perjuangan Hadapi Corona, Aktor Nick Cordero Harus Rela Kakinya Diamputasi
Pada 26 Maret, ia didiagnosis menderita pneumonia di sebuah klinik darurat di Brokklyn.
Dua hari kemudian, ia semakin kesulitan bernapas dan beberapa rumah sakit menolak untuk merawatnya.
Hingga ada satu rumah sakit yang mau merawatnya saat kondisinya sudah kritis.
Arellano akhirnya menghembuskan napas terakhir di usianya yang ke-65 tahun setelah seminggu mengalami gejala corona.
"Itu adalah minggu di mana ia berjuang untuk bisa dirawat di rumah sakit," ungkap Carlos, anak tunggal Arellano.
"Akhirnya ia bisa dirawat, namun semuanya sudah terlambat," sambungnya.
Klarifikasi Pihak Medis
Di awal April, Ketua Komite Kesehatan Dewan Kota, Mark Levine sempat mengungkap soal rumah sakit yang menolak pasien dengan gejala mirip pneumonia.