TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog, Dicky Budiman memperingatkan soal gelombang kedua virus corona di Indonesia.
Hal ini seperti yang terjadi di Provinsi Hubei, China setelah mereka membuka akses.
Pasalnya, kasus-kasus impor baru virus corona justru kembali terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Dicky di acara Metro Pagi Prime Time pada Senin (20/4/2020) menjelaskan apa yang menyebabkan gelombang kedua itu bisa terjadi.
"Jadi penyebab adanya gelombang kedua serangan ini, sebagaimana semua pandemi dalam sejarah pandemi itu memiliki serangan yang tidak hanya satu tahap atau tahap gelombang," jawab Dicky.
Dicky lantas mencontohkan wabah SARS pada 2002 yang tak hanya terjadi dalam satu gelombang.
"Katakanlah SARS di 2003 sekalipun, dia pun punya serangan gelombang kedua terutama di negara-negara yang pelayanan kesehatan masyarakatnya masih rendah," sambungnya.
Dicky kemudian menilai, virus corona ini mirip dengan pandemi Flu Spanyol yang terjadi dalam beberapa gelombang.
"Kemudian di sejarah pandemi yang besar berikutnya yang para ahli saat ini, lebih merujuk merasakan adanya kemiripan di pandemi 1918 dan 1920 dengan yang saat ini terjadi," ujar Dicky.
Pandemi gelombang kedua pada wabah Flu Spanyol itu disebutkan bahkan lebih mematikan dibanding gelombang pertama.
Hal itu terjadi lantaran adanya pelonggaran setelah menghadapi gelombang pertama.
Baca: Terjawab Mengapa Hasil Tes Corona Lama Keluar, Ahli Biologi Molekuler Blak-blakan Ngaku Kaget
Baca: Update Corona Global 21 April: 2,4 Juta Jiwa Terinfeksi, China Tambah Kasus Baru
Baca: PDP Corona Koma, Keluarga Tak Jujur Berkacak Pinggang kala Ditanya Riwayat, 21 Petugas RS Diisolasi
Saat ditanya apakah penghentian PSBB bisa menimbulkan gelombang kedua, Dicky mengatakan risikonya bisa diperkecil dengan adanya tes yang makin besar.
Dengan tes bisa ditemukan seberapa besar orang yang terpapar.
"Jadi untuk kasus Indonesia sekali kita di dalam posisi kurva pertama atau gelombang pertama dari Covid-19 yang harus dilakukan untuk mencegah gelombang kedua pertama tentu kita harus tahu sebetulnya berapa persen dari populasi yang kita sudah imun itu yang bisa kita lihat dari misalnya tes yang kita tingkatkan."