News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Minta KPK Awasi Anggaran Covid-19 di Jember

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk turun langsung mengawasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19 yang dialokasikan Pemerintah Kabupaten Jember sebesar Rp 479,4 miliar.

Pasalnya daerah Jember menggelontorkan anggaran terbesar kedua setelah Makassar secara nasional di tingkat kabupaten atau kota.

Anggaran yang besar dinilai rawan disalahgunakan Kepala Daerah dalam hal ini Bupati yang akan mencalonkan kembali dalam Pilkada Serentak dan diduga nantinya anggaran negara akan menjadi bancakan.

Baca: Pamit ke Kakek Neneknya, Tiara Idol Absen Mudik ke Jember

"Karena duit negara, tentu keterlibatan KPK dan BPK harus selalu mengawasi. Termasuk peran serta masyarakat seperti LSM dan lembaga-lembaga lain harus ikut mengawasi," kata Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah saat dihubungi, Selasa (21/4/2020).

Pengawasan yang harus dilakukan KPK dengan cara turun langsung ke daerah Jember, Jawa Timur, untuk mengetahui penggunaan anggaran tersebut.

"KPK harus turun langsung. Bila perlu kejaksaan agung, BPK untuk mengaudit [penggunaan anggaran] itu semua," ujarnya.

Diketahui Pemkab Jember mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp479,4 miliar dan merupakan anggaran terbesar se-jawa secara nasional untuk tingkat kabupaten/kota. Tetapi Kabupaten Jember belum mengesahkan APBD 2020 dan menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

Baca: Bareng-bareng Semprot Disinfektan ke Pelabuhan Ketapang, Terminal Tawangalun Jember dan ke Leces

Menurut Trubus, apabila dana anggaran Pemkab Jember sebesar Rp479,4 miliar tidak diawasi KPK, maka akan menjadi Bancakan kepala daerah yang akan maju kembali dalam pilkada serentak.

"Sekarang anggaran begitu besar di Jember atau Makassar, kalau tidak ada pengawasan, dipakai oleh para incumbent [petahana] untuk maju lagi dalam pilkada serentak, karena kebanyakan seperti itu," katanya.

"Kalau tidak diawasi, saya yakin itu akan menjadi Bancakan doang, nggak akan sampai tepat sasaran juga," sambungnya.

Ia meyakini, anggaran untuk penanganan Covid-19 di Jember yang sampai ke masyarakat hanya 50 persen dan dirasakan manfaatnya.

Baca: PSBB di Bandung Raya Mulai 22 April, Ridwan Kamil: Tidak Ada Hari Tanpa Razia

Sisanya anggaran itu larinya kemana dan digunakan untuk apa.

"Kalau nggak ada pengawasan yang ketat, saya yakin enggak akan sampai ke masyarakat. Kalaupun sampai juga cuma seberapa, biasanya separuh, enggak sampai 60 persen. Kalau bisa sampai 60 persen sudah hebat," ujar dia.

Trubus menyebutkan, perangkat hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 tahun 2020, itu menjadi dasar KPK untuk mengawasi penggunaan anggaran dalam rangka pencegahan. Jika nantinya terjadi penyimpangan, maka lembaga antirasuah dapat melakukan tindakan tegas.

Sebelumnya KPK telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan informasinya KPK juga akan mengeluarkan Surat Edaran tentang Pedoman Bansos untuk penanganan Covid-19 sebagai langkah tindak lanjut dalam hal pencegahan tindak pidana korupsi.

"Salah satu yang digunakan alat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan ketika nantinya terjadinya penyimpangan anggaran," katanya.

Oleh karena itu tugas KPK tidak hanya menangani penindakan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. Tapi juga melakukan pencegahan.

"Jadi mulai sekarang KPK harus aktif mencegah dan memantau itu semua, supaya uang itu tepat sasaran dan betul-betul digunakan untuk penanganan Covid-19," kata dia.

Trubus menambahkan dana Rp479,4 miliar itu rawan disalahgunakan penggunaannya demi menguntungkan kelompok tertentu.

"Jadi kelihatan sekali mereka [kepala daerah] ini intinya cuman mau merampok uang negara. Kalau untuk penanganan Covid-19 cuman life service doang. Kalau dalam praktiknya tidak," tegasnya.

Apabila terjadi penyimpangan, lanjut dia, maka lembaga anti rasuah tersebut dapat segera mengambil tindakan.

"Kalau penindakan hukum tidak tegas, dan gak dijebloskan sampai ke penjara, (anggaran) akan menjadi Bancakan doang. Mereka memandang Covid-19 ini kesempatan untuk dapat proyek," ujar dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini