TRIBUNNEWS.COM - Ibadah Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang selalu dilaksanakan tiap tahun oleh sebagian besar umat islam.
Kementerian Agama akan menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan 2020 atau Ramadhan 1441 Hijriah pada 23 April 2020.
Namun demikian, organisasi Muhammadiyah saat ini telah menentukan awal puasa Ramadhan 1441 Hijriah ini pada Jumat 24 April 2020.
Dengan begitu, sebagian umat muslim saat ini sudah dipastikan akan melakukan salat tarawih pada Kamis (23/4/2020) malam.
Momen puasa di bulan Ramadhan ini akan terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya mengingat situasi pandemi virus corona yang saat ini masih belum berhenti.
Ibadah sunah seperti pelaksanaan salah tarawih akan sedikit berbeda karena harus menerapkan imbauan dari pemerintah untuk physical distancing demi pencegahan virus corona.
Baca: Jadwal Buka Puasa Ramadan 1441 H/2020 di 35 Kota Besar di Indonesia
Baca: Benarkah Sikat Gigi, Berkumur dan Merokok Bisa Membatalkan Puasa? Begini Penjelasannya!
Dasar Kewajiban Puasa
Hal utama di bulan Ramadhan yakni ibadah puasa atau shiyam itu sendiri.
Dasar kewajiban melaksanakan puasa ini ada di surat Al Baqarah ayat 183.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2):183].
Dalam buku Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramdhan yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah terbitan 2020 dijelaskan puasa atau Shiyam merupakan menahan diri dari sesuatu menurut bahasa.
Secara istilah, Shiyam atau puasa merupakan menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah.
Baca: Doa Niat Puasa Ramadan, Apa Hukum Puasa bagi Tenaga Medis yang Menangani Virus Corona ?
Baca: Tata Cara dan Doa Mandi Wajib Sebelum Ibadah Puasa Ramadan
Baca: Jadwal Puasa Disertai dengan Bacaan Niat dan Doa Buka Puasa, Lengkap dengan Arab dan Latin
Pembatal Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku tersebut.
1. Makan dan Minum Dengan Sengaja
Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan puasanya akan batal.
Dengan demikian orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. al-Baqarah (2): 187].
2. Senggama Suami-Istri di Siang Hari
Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa.
Bagi yang melakukannya maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah.
Kifarah tersebut berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.
Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi.
3. Keluar Mani karena Bercumbu
Dalam buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain.
Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.
Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa.
Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena
ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa.
Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).
4. Keluar Haid dan Nifas
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata :
“Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).
Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”
Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.”
Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadan.
(Tribunnews.com/Tio)