TRIBUNNEWS.COM, CAROLINA UTARA - Pandemi virus corona atau Covid-19 dirasakan dampaknya secara global, tak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat.
Amerika Serikat juga terpaksa memberlakukan lockdown setelah melihat sebaran Covid-19 yang kian meluas dan menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Baca: Kasus Infeksi Corona AS Tembus 1 Juta saat Negeri Paman Sam Ini akan Membuka Lockdown
Namun, kebijakan lockdown tersebut ditentang oleh sejumlah kalangan.
Mereka merasa lockdown membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Belakangan ini gerakan anti-lockdown terjadi di negara bagian Carolina Utara.
Gerakan tersebut kerap menggelar aksi unjuk rasa.
Baru-baru ini, kabar berhembus bahwa pemimpinnya malah terinfeksi virus corona.
Melansir Kompas.com, Audrey S Whitlock, pemimpin anti-lockdown tidak bisa mengikuti dua kali unjuk rasa yang dijadwalkan karena positif terjangkit virus corona.
Dilansir dari New York Post, Whitlock yang mengelola Halaman Facebook ReOpen NC memasuki masa karantina selama dua pekan yang berakhir pada Minggu (26/4/2020) setelah positif terjangkit virus corona.
Di halaman Facebook itu terdapat keterangan bahwa kebanyakan anggota gerakan anti-lockdown merupakan pemilik bisnis dan karyawan yang kehilangan pendapatan mereka sehingga tidak bisa memberikan hak-hak keluarga mereka.
"Kami bersama-sama menuntut aksi dari para pejabat," ungkap keterangan di grup tersebut.
Di dalam sebuah unggahan di Facebook, Whitlock menulis, "Saya akan mengambil sikap setiap hari sampai kita menjadi orang bebas lagi, untuk memperingatkan karena seseorang harus melakukan hal yang benar dalam menghadapi kesalahan."
Dia juga menulis tentang bagaimana pembatasan yang diberlakukan di tengah pandemi Covid-19 telah melanggar hak Amandemen Pertama serta hak Amandemen ke-5 dan 14.
Dia mengatakan dia 'dipaksa' memasuki karantina yang mana hal itu sebenarnya melanggar hak Amandemen Pertama.
Sementara itu, Whitlock yang terjangkit virus corona mengabarkan, "Saya masih berada di ruang isolasi/karantina mandiri di rumah saya sesuai arahan departemen kesehatan distrik. Saya belum menghadiri acara untuk ReOpen NC."
Ketika Whitlock berada dalam isolasi mandiri, kelompok unjuk rasa mengadakan dua demonstrasi di Raleigh, ibu kota Carolina Utara meminta gubernur negara bagian itu untuk mempercepat aturan tinggal di rumah yang berlaku hingga 8 Mei mendatang.
Pada demonstrasi pekan lalu, lebih dari 100 pengunjuk rasa sebagian besar berdesakan dan menentang panduan jaga jarak sosial atau social distancing.
Dikutip dari WFAE, hanya sedikit dari para demonstran yang memakai masker. Kelompok ini dijadwalkan akan menyelenggarakan demonstrasi ketiga pada Selasa, di luar gedung dewan legislatif Raleigh.
Whitlock pertama kali mengungkapkan diagnosis penyakit Covid-19 yang dideritanya di unggahan pada halaman grup Facebook ReOpen NC pada Minggu.
Baca: Seorang Youtuber Minta Maaf setelah Tawari Rp 10 Juta ke Orang untuk Batalkan Puasa demi Konten
"Sebagai pasien positif Covid-19 yang asimptomatik (karantina akan berakhir pada 26/4/2020)."
Media Raleigh News and Observer mengutip tulisan Whitlock, "Kekhawatiran lain yang saya miliki adalah pengobatan pasien Covid-19 yang berkaitan dengan penyakit menular lainnya. Saya mau tidak mau menjalani karantina di rumah saya selama 2 minggu."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Audrey Whitlock, Pemimpin Gerakan Anti Lockdown di AS Terjangkit Covid-19
Gerakan Anti-lockdown di AS dan Brasil
Kemarahan warga yang menolak untuk tetap berada di rumah ini diluapkan dengan turun ke jalan memprotes kebijakan gubernur di sejumlah negara bagian.
Kondisi semakin panas, banyak warga Amerika keluar rumahnya dengan membawa bendera.
Sejumlah warga juga dilaporkan membawa senjata.
Baca: New York Beri Sinyal Akan Cabut Lockdown COVID-19, Buka Kembali Bisnis dan Sekolah
Namun, beberapa dari mereka terlihat masih berada di mobil mereka dengan mengenakan masker pelindung.
Demonstran yang sebagian besar berasal dari kalangan sayap kanan ini justru mendapat dukungan dari Presiden AS, Donald Trump.
Melalui cuitannya di Twitter, Donald Trump mendukung kebebasan pembatasan di sejumlah negara bagian, seperti Virginia dan Minnesota.
Trump mencuit, "Bebaskan Virginia", "Bebaskan Minnesota" mengacu pada pembatasan gubernur negara bagian tersebut dalam beberapa sektor.
Aksi Trump di media sosial ini menuai protes dari sejumlah warga lainnya yang berseberangan dengannya.
Sementara di Brazil, Presiden Jair Bolsonaro berulang kali mengklaim bahwa ancaman virus itu berlebihan.
Ia memutuskan bergabung dengan ratusan pendemo di Brazil yang keberatan dengan perintah tinggal di rumah, dari sejumlah gubernur negara bagian.
Negara Brazil memiliki infeksi terbanyak di Amerika Latin, dengan perhitungan total melampaui 100.000 kasus dan kematian hampir mencapai 5.000 orang.
"Berharaplah pada presiden Anda untuk melakukan apa yang perlu, sehingga kami dapat menjamin demokrasi dan apa yang paling kami cintai, yaitu kebebasan kita semua," kata Bolsonaro di depan para pendemo sambil terbatuk-batuk.