Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Obat herbal Herbavid19 yang dibagikan Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 DPR RI ke sejumlah rumah sakit di Indonesia menjadi sorotan saat ini.
Deputi Hukum dan Advokasi Satgas Lawan Covid-19 DPR RI Habiburokhman menegaskan jika obat herbal tersebut bukan diimpor dari China.
"Tidak benar jika obat herbal tersebut diimpor dari Cina. Herbavid19 adalah obat herbal yang dibuat di Indonesia dan diproduksi oleh orang Indonesia," kata Habiburokhman dalam keterangan yang diterima wartawan, Rabu (29/4/2020).
Habiburokhman menjelaskan jamu tersebut terdiri dari 11 jenis herbal, 8 jenis di antaranya ada di Indonesia dan 3 jenis lainnya diimpor dari China karena memang tidak ada di Indonesia.
Baca: BREAKING NEWS: Istri Polisi Kedapatan Selundupkan Sabu ke Lapas Perempuan Denpasar
"Tiga bahan herbal itu harus digunakan karena mengacu pada publikasi jurnal ilmiah internasional guna mengobati pasien Covid-19. Sementara meramu obat herbal itu pun juga harus ada dasar ilmiahnya," katanya.
Habiburokhman pun membantah jika bahan baku dalam Herbavid19 ada yang dilarang oleh pemerintah Indonesia.
Menurutnya saat ini obat herbal tersebut izin edarnya sedang dalam proses di BPOM.
"Saat ini memang sedang berproses izin edarnya di BPOM. Namun kami sudah berkonsultasi dan tidak ada kandungan bahan baku yang dilarang," katanya.
Ia berharap di tengah pandemi Covid-19 saat ini sebaiknya semua pihak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak berpikir untuk mencari keuntungan.
Baca: Berpakaian Hazmat Sambil Duduk di Kursi Roda, Sang Istri Melepas Kepergian Wali Kota Tanjungpinang
"Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, kami berharap jangan ada pengusaha jamu yang hanya berpikir mencari keuntungan, tetapi marilah kita kedepankan nilai-nilai kemanusiaan," katanya.
Menurutnya apa yang dilakukan DPR murni sebagai aksi kemanusiaan untuk menolong orang sakit.
Biaya produksi obat herbal tersebut menurutnya berasal dari kantong pribadi anggota DPR dan pihaknya tidak mengizinkan obat herbal tersebut diperjuallbelikan.
"Dengan demikian, sama sekali tidak ada hal yang sifatnya mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan yang memasarkan jamu secara komersil alias untuk mencari keuntungan," katanya.