TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, memberlakukan kebijakan Work From Home (WFH) alias bekerja di rumah selama masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Pemberlakuan WFH itu berpotensi menimbulkan masalah, diantaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan meningkatnya angkat perceraian.
Hal ini diungkap dua orang dosen dari Universitas Indonesia.
Baca: Polisi Sesalkan Masih Ada Pemudik yang Kucing-kucingan dengan Petugas
Mereka yaitu, Imam B Prasodjo, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) dan Dave Lumenta, Dosen Antropologi FISIP UI.
Imam B Prasodjo menjelaskan kebijakan WFH membuat ayah dan ibu yang pada umumnya banyak menghabiskan waktu di rumah, sekarang secara tiba-tiba berinteraksi bersama-sama dengan anak di rumah.
Menurut dia, kebijakan WFH itu menimbulkan banyak perubahan di keluarga.
“Yang negatif, angka perceraian meningkat. Yang positif semakin paham apa yang terjadi dalam keluarga sendiri,” kata Imam B Prasodjo, pada sesi Forum Diskusi Salemba bertema “The New Normal: Menjalani Kehidupan Normal di Tengah Pandemi Covid-19”, Jumat (1/5/2020).
Baca: Perahunya Terbakar dan Meledak di Tengah Laut, Kasmin Nekat Nyebur
Selama ini, kata dia, karena ayah menghabiskan waktu bekerja di luar rumah, maka kerap tidak memperhatikan kondisi keluarga.
Dia mengharapkan agar terjadi dampak positif di keluarga selama penerapan WFH tersebut.
Baca: UPDATE Kasus Corona di Pabrik Sampoerna Surabaya: Karyawan Jalani Tes Swab, Risma Buat Protokol Baru
“Mudah-mudahan positif. Harapan kualitas keluarga menjadi bagian penting dari hikmah Covid,” ujarnya.
Sementara itu, Dave Lumenta, mengungkapkan terjadi peningkatan kasus KDRT selama penerapan lockdown atau karantina wilayah.
Baca: Kebijakan Pembebasan Narapidana Melalui Asimilasi Pilihan Rasional
“Selama lockdown (artikel,-red) yang saya baca di Eropa meningkat KDRT,” kata Dave.
Dia menjelaskan angka kekerasan itu meningkat karena dampak dari tingkat stres seseorang.
“Orang banyak belum terbiasa di rumah 24 jam sehari. Belum lagi ketakutan stres, ketidakpastian income (pendapatan,-red). Orang stress persoalan psikosomatik. Mengganggu relasi dengan anggota di rumah,” tambahnya.