TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa yang menginginkan bekerja dengan risiko terinfeksi virus corona atau Covid-19? Tentu tidak ada.
Namun seakan tidak ada pilihan lain bagi para penggali kubur di tempat pemakaman umum yang dikhususkan bagi pasien meninggal yang terindikasi virus corona.
Baca: Update Corona Global Rabu, 13 Mei 2020: Kasus Baru Meksiko Bertambah 1,9 Ribu, Total 38 Ribu Pasien
Seperti para petugas medis, para penggali kubur mau tidak mau berinteraksi langsung dengan jenazah positif virus corona.
Seperti cerita para penggali kubur di tempat pemakaman umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Berikut curhatan mereka seperti dilansir dari TribunJakarta,com:
Berpotensi Jadi Carrier
Baca: Menilik Skenario Hidup Normal Pemerintah setelah Corona di Indonesia, Ahli Anggap Salah Besar
Setelah profesinya kini memiliki risiko tertular yang tinggi, para penggali kubur ini terpaksa tidak bisa langsung bertemu dengan keluarga mereka.
Mereka harus memastikan diri mereka benar-benar bersih usai bertugas.
Anan (42), seorang petugas makam merasakan perbedaan dalam hal kebersihan diri semenjak menangani jenazah Covid-19.
Bukan hanya mengerjakan tugas itu sebaik mungkin, juga harus benar-benar memastikan diri bersih selepas kerja.
Sebab, bisa jadi Anan terpapar virus tak kasat mata ini dan menyebar kepada anggota keluarga di rumah.
Anan mandi di area tempat pemakaman setelah kerja. Ia sudah menyiapkan baju ganti untuk dipakai sebelum pulang ke rumah.
Sang istri sudah menyiapkan cairan desinfektan untuk disemprotkan ke tubuh Anan ketika sampai di depan rumah.
"Saya disemprot cairan desinfektan sama istri. Sudah seperti burung. Ketika sampai rumah, saya mandi lagi. Bilas pakai sabun dua kali," ungkapnya seraya berseloroh kepada TribunJakarta.com pada Selasa (12/5/2020).
Istri memaklumi pekerjaan Anan yang bergelut di liang lahat sehari-hari.
Untuk mencegah penyebaran, ia membuat sendiri cairan desinfektan dan hand sanitizer.
"Istri enggak gelisah, dia udah paham kerjaan suaminya seperti apa. Dia bikin cairan desinfektan dan hand sanitizer sendiri untuk mencegah penyebaran," kata pria dua anak tersebut.
Petugas lainnya, Kasman (42) juga tak mau menjadi pembawa virus di lingkungan tempat tinggalnya bahkan di dalam keluarganya sendiri.
Ia dan rekan-rekan penggali kubur lainnya sudah menyiapkan alat-alat mandi, sabun dan shampoo untuk keperluan mereka membersihkan diri sebelum pulang.
"Saya mandi dulu bersih-bersih di kamar mandi. Bahkan kita khusus membeli alat-alat mandi, kayak sabun, shampoo dan sabun buat nyuci baju. Ketika pulang, juga enggak pakai baju dinas lagi," lanjutnya.
Meski sudah mandi di area pemakaman, Kasman akan mandi lagi ketika sampai di rumah.
Hal baru ini dilakukan agar ia merasa benar-benar bersih.
"Sampai rumah saya mandi lagi, jadi dua kali mandi. Terus terang aja biar menjamin lah. Kita menjaga diri apalagi kan dekat sama anak dan keluarga," tambahnya.
Aib, pria yang bertugas sebagai pengangkut peti juga sepakat dengan Kasman dan Anan.
Ia tak ingin membawa virus itu kepada keluarga tercinta di rumah.
"Besar banget rasa khawatir saya. Cuman karena kerjaan kita masa keluarga harus kena. Makanya kita sebersih mungkin di lapangan baru bisa pulang. Kita udah yakin selanjutnya terserah yang maha kuasa," pungkasnya.
Jenazah Datang dengan Cepat
Sejak pertengahan bulan Maret silam, para petugas dinas pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur tak henti bergelut dengan pacul dan gundukan tanah demi membuat lubang-lubang jenazah Covid-19.
Setiap hari, lubang-lubang itu terisi oleh peti-peti jenazah yang dibawa ambulans.
Mereka bekerja keras tiada henti sepanjang hari agar para jenazah dapat dimakamkan.
Pada suatu siang yang cukup terik, Selasa (12/5/2020), mobil ambulans silih berganti datang membawa jenazah.
Sebanyak empat petugas makam berpakaian hazmat di sekitar lubang makam bersiap mengangkat peti begitu ambulans mendekat.
Keempat petugas itu bertugas untuk mengangkat dan menurunkan peti ke tempat peristirahatan terakhir.
Usai peti yang dibebat plastik itu diangkat, para petugas langsung menurunkan ke dalam liang lahat menggunakan tali tambang secara perlahan.
Petugas lainnya yang bertugas sebagai penggali kubur bergegas mengambil alih tugas selanjutnya.
Mereka mengeruk gundukan tanah untuk dimasukkan ke dalam lubang hingga terkubur.
Semua dilakukan serba cepat. Bahkan, pelayat yang hadir pun tak bisa berlama-lama di pemakaman.
Seperti ini lah gambaran para petugas pemakaman setiap hari bekerja demi memakamkan para jenazah Covid-19.
Hari itu, jenazah yang dibawa oleh ambulans lebih sedikit ketimbang hari-hari sebelumnya.
Imang Maulana (42), salah satu penggali kubur, mengatakan, sampai siang hari terhitung sudah 12 jenazah yang dimakamkan.
Imang dan rekan-rekan menguburkan rerata jenazah Covid-19 sebanyak 20 jenazah. Bahkan pernah dalam sehari mencapai 31 jenazah.
Tantangan dalam bekerja bukan hanya menghadapi jenazah covid saja. Imang juga harus siaga di TPU sampai larut malam.
Dalam kondisi hujan pun ia juga harus berjaga.
Sebab, kedatangan jenazah tak mengenal waktu. Mereka harus serba siap bila ajal tiba-tiba memanggil pengidap Covid-19.
Namun, tugas akan lebih berat bila belum ada cadangan lubang galian lantaran melebihi kapasitas lubang yang tersedia.
"Kedatangan jenazah Covid kan enggak mengenal waktu. Dia datang ya datang aja. Bila lubang tidak ada, mau enggak mau kita siapkan. Hujan pun keujanan. Apalagi ketika malam hari sudah mandi dan mau pulang, tiba-tiba ada instruksi pimpinan ada kedatangan jenazah lagi, jadi balik lagi ke lapangan," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (12/5/2020).
Para penggali dengan total 119 petugas terbagi ke dalam empat regu, A, B, C, dan D. Selama seminggu, dua tim yang bekerja. Kemudian mereka di-rolling dengan dua tim lainnya.
Imang yang tergabung di regu A bekerjasama dengan regu B. Dua regu itu membagi tugas ada yang memakamkan jenazah dan ada yang menggali kubur.
Dari fajar menyingsing hingga matahari terbenam energi mereka terkuras untuk membantu memakamkan jenazah Covid-19.
Mereka sudah mulai datang ke pemakaman umum pukul 07.00 hingga larut malam. Imang menambahkan regu lain pernah bekerja sampai pukul 23.00.
Kendati hujan deras, para petugas pemakaman tetap menjalankan tugasnya.
Mereka pun harus lebih waspada tatkala mengangkat peti jenazah di jalan yang curam dan terbilang licin menuju lubang.
Tak Kenal Waktu
Para petugas makam tak kenal waktu istirahat. Mereka "mencuri" waktu istirahat di sela bekerja menggali lubang cadangan atau ketika belum ada jenazah yang datang.
"Enggak ada istirahatnya, walau enggak ada jenazah kan kita tetap harus gali lubang," ujar Anan (42), petugas yang mengangkat peti.
Seandainya ambulans mendadak datang, mereka pun sudah harus siap memakamkan sesuai prosedur tetap (protap).
Anan mengatakan sempat ada peti jenazah yang tidak dilapisi plastik.
Ia dan rekan-rekan tak berani memakamkan jenazah lantaran berlainan dengan protap.
"Pernah ada, bahkan disuruh pulang lagi (ambulans) karena peti enggak di-wrapping," ungkapnya.
Cerita Penggali Kubur, Ikhlas Kerja untuk Ibadah
Di bulan Ramadan, para penggali kubur tetap bekerja menimbun peti jenazah Covid-19 yang dimasukkan ke dalam liang lahat di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Dengan pacul, tangan mereka tak henti mengeruk gundukan tanah di sekitar lubang kuburan.
Keringat mereka bercucuran bekerja di tengah terik matahari yang menyengat kulit.
Bagi mereka yang berpuasa, cobaan bukan hanya soal menahan rasa dahaga dan lapar. Energi mereka cepat terkuras demi menggali kuburan.
Imang Maulana (42), menjalankan puasa sambil bekerja menggali kuburan para korban yang terus berdatangan ke TPU Pondok Ranggon.
Pekerjaan menggali kubur bukan menjadi halangan bagi Imang untuk tetap menjalankan puasa.
Ia ikhlas berpuasa seraya bekerja walaupun dirasa berat juga. Cobaan yang paling dirasakan Imang adalah kelelahan akibat bekerja.
Selama bulan suci Ramadan, ia belum pernah membatalkan puasa sebelum waktu berbuka.
"Alhamdulilah sekarang puasa, ya karena sudah kebiasaan. kita puasa sungguh-sungguh ikhlas walaupun dirasa berat. Enjoy aja," ungkapnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (12/5/2020).
Rekan-rekannya yang tidak berpuasa juga saling mengerti dengan yang berpuasa.
Saat siang hari itu, rekan-rekan yang tidak puasa berlindung di bawah pepohonan rindang agak jauh dari Imang untuk melepas dahaga.
"Alhamdulilah, teman-teman mengerti kepada mereka yang berpuasa. Mereka lebih toleran," katanya.
Namun, terkadang ia juga harus merelakan berbuka puasa tidak bersama keluarganya.
Bila ada jenazah yang datang saat malam hari, Imang berbuka puasa di pemakaman.
"Kalau info ambulansnya sudah enggak lagi kirim jenazah sebelum magrib, saya pulang ke rumah. Tapi kalau masih ada, ya sampai malam kita stay di TPU," bebernya.
Rasa takut sebenarnya sempat hinggap di dalam diri Imang kala bekerja menggali kuburan.
Lambat laun, rasa takut itu perlahan bisa dikuasainya.
Rasa takut itu dikalahkan oleh rasa tanggung jawabnya sebagai penggali kubur demi menguburkan jenazah Covid-19.
"Minggu pertama kita ada rasa takut. Tapi minggu kedua sampai sekarang kita udah enjoy. Sudah menjadi tanggung jawab sebagai kerjaan kita. Insya Allah jadi amal ibadah buat kita di akhirat," ujarnya pria dua anak itu.
Berbeda dengan Imang, Kasman (42) memilih untuk tidak berpuasa lantaran pekerjaannya menguras tenaga.
Ia sebenarnya ingin berpuasa akan tetapi takut pekerjaannya terbengkalai.
"Pengen puasa, pengen banget. Cuman aduh daripada pekerjaan terbengkalai. Saya pasrahin aja, yang penting saya ikhlas membantu masyarakat. Tanggung jawab juga kerja di sini," pungkasnya.
Terlepas mereka puasa atau tidak. Imang, Kasman, dan petugas pemakaman lainnya menjadi garda terdepan dalam memakamkan jenazah Covid-19.
Mereka berharap pandemi yang menggelisahkan warga dunia ini lekas berlalu.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Deretan Kisah Penggali Kubur TPU Pondok Ranggon & Punya Kebiasaan Baru Sebelum Pulang Temui Keluarga