TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menyoroti upaya pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Pereturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut dia, pemerintah tidak mempunyai kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan resesi ekonomi.
Padahal, Mahkamah Agung melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, telah membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020. Artinya, putusan MA itu hanya berlaku selama tiga bulan mulai dari April sampai Juni 2020.
Baca: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Tak Miliki Empati pada Masyarakat
"Perpres 64 tahun 2020 ini sangat memberatkan masyarakat," kata Timboel, saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).
Dia mempertanyakan alasan mengapa pemerintah menaikkan iuran di tengah pandemi Covid-19. Padahal, situasi pandemi Covid-19 itu, di mana situasi pekerja informal kesulitan ekonomi justru dinaikkan iuran BPJS per 1 Juli 2020.
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Baca: Belum Berani Lakukan Relaksasi, Ini Alasan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
"Rakyat sudah susah malah disusahin lagi. Rakyat yang tidak mampu bayar Rp 150 ribu dan Rp 100 ribu di Juli 2020 nanti akan jadi non aktif. Tunggakan iuran akan meningkat lagi. Kalau non aktif tidak bisa dijamin. Terus hak konstitusional rakyat mendapatkan jaminan kesehatannya dimana?" kata Timboel.
Baca: Masih Ingat Dokter di China yang Kulitnya Menghitam Akibat Idap Corona? Begini Kondisinya Sekarang
Dia menilai, pemerintah telah melanggar ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan pemerintah membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
Nyatanya, di Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 itu kelas III mandiri disubsidi Rp 16.500 oleh pemerintah sejak 1 Juli 2020.
Baca: Jahe Bisa Bantu Redakan Masalah Kontraksi Asam Lambung
Menurut dia, peserta mandiri adalah kelompok masyakarat pekerja informal yang sangat terdampak ekonomi oleh Covid19 tetapi pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas I dan II yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya.
Selain itu, hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5 persen di 2021, yang awalnya 2.5 persen.
Dia menambahkan, pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat.
"Dalam kondisi pandemi seperti ini kan sudah sangat jelas dan kasat mata kalau daya beli masyarakat termasuk peserta mandiri yang didominasi pekerja informal sangat jatuh. Pekerja informal sulit bekerja seperti biasa karena Covid-19 ini," tambahnya.