TRIBUNNEWS.COM - Ada kabar baik mengenai vaksin virus corona.
Relawan yang menerima vaksin memiliki hasil awal yang positif.
Dilansir CNN, vaksin tersebut merupakan buatan perusahaan biotek, Moderna, yang bermitra dengan National Institutes of Health.
Kepala petugas medis Moderna, Dr. Tal Zaks, mengatakan, jika studi di masa depan berjalan dengan baik, vaksin akan dapat tersedia untuk umum pada awal Januari 2021.
"Ini benar-benar berita baik dan kami pikir banyak yang telah menunggu kabar ini selama beberapa waktu," ujar Zaks.
Baca: WHO Peringatkan Virus Pemicu Covid-19 Tak Akan Hilang Meski Ada Vaksin
Baca: PM Inggris Boris Johnson Ingatkan Mungkin Tak Pernah Ada Vaksin Covid-19 Meski Tengah Dikembangkan
Data awal ini berasal dari uji klinis Tahap 1.
Tahap ini mempelajari sejumlah kecil peserta dan berfokus pada apakah vaksin itu aman dan memunculkan respons kekebalan.
Meskipun begitu, hasil penelitian belum ditinjau atau dipublikasikan oleh jurnal medis.
Tentang Moderna dan Pengembangan Vaksin
Diketahui, Moderna yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, adalah satu dari delapan pengembang vaksin di dunia yang melakukan uji klinis pada manusia dengan vaksin Covid-19.
Dua pengembang lainnya adalah Pfizer dan Inovio, yang juga berlokasi di Amerika Serikat.
Satu pengembang berada di Universitas Oxford, Inggris, dan empat lainnya di China.
Moderna telah memvaksinasi lusinan peserta penelitian dan mengukur antibodi pada delapan peserta.
Kedelapan peserta menunjukkan antibodi penetral terhadap virus pada tingkat yang dapat mencapai atau melebihi orang yang secara alami pulih dari Covid-19.
Antibodi penetral mengikat virus, dan melumpuhkannya untuk tidak menyerang sel manusia.
Baca: China Jawab Tudingan Curi Data Vaksin Corona, Justru AS yang Gelar Pencurian Siber Terbesar Dunia
Baca: Meski Tak Ada Vaksin, Donald Trump Bersikeras Buka Lockdown AS
"Kami telah menunjukkan bahwa antibodi ini, respons kekebalan ini, sebenarnya dapat memblokir virus," kata Zaks.
"Saya pikir, ini adalah langkah pertama yang sangat penting dalam perjalanan kami menuju vaksin," imbuhnya.
Sementara itu, spesialis vaksin yang tidak terlibat dalam pengembangan yang dilakukan Moderna, mengakui kinerja yang luar biasa dari perusahaan tersebut.
"Ini menunjukkan bahwa antibodi tidak hanya berikatan dengan virus, tetapi juga mencegah virus menginfeksi sel," ucap Dr. Paul Offit, anggota NIH yang menetapkan kerangka kerja untuk studi vaksin di AS.
Kapan Pengembangan Vaksin Selesai?
Sementara vaksin memiliki hasil yang menjanjikan di lab, tidak diketahui apakah vaksin tersebut akan berhasil di dunia nyata.
Perusahaan akan melanjutkan uji coba pada Tahap 2, yang biasanya melibatkan beberapa ratus orang.
Moderna berencana untuk memulai uji klinis skala besar, yakni uji coba Tahap 3 pada Juli mendatang.
Uji coba ini biasanya melibatkan puluhan ribu peserta.
Offit mengatakan, pengembang vaksin biasanya akan menguji produk mereka pada ribuan orang sebelum memulai Tahap 3.
Baca: Pakar Penyakit Menular AS Sebut Prototipe Vaksin Justru Bisa Memperburuk Kondisi Pasien Virus Corona
Namun, Moderna dianggap masih jauh dari tahap itu.
Sebab, mereka baru memvaksinasi lusinan peserta hingga saat ini.
Meskipun begitu, Offit mengungkapkan, sangat mungkin bagi Moderna untuk masuk ke Tahap 3 tanpa memvaksinasi banyak orang, mengingat Covid-19 membunuh ribuan orang setiap hari.
"Ini waktu yang berbeda," ujarnya.
Studi Moderna
Dalam studi Moderna, tiga peserta mengalami demam dan gejala mirip flu lainnya ketika mereka menerima vaksin dengan dosis 250 mikrogram.
Nantinya, pada Tahap 2, dosis akan diberi antara 25 dan 100 mikrogram.
Sejauh ini, subjek penelitian Moderna yang divaksinasi pada dosis 23 dan 100 mikrogram mencapai tingkat antibodi yang serupa, atau bahkan lebih tinggi daripada orang yang secara alami terinfeksi virus corona.
Baca: Jokowi Ungkap Kabar Baik Perkembangan Penelitian Vaksin Corona di Indonesia
Namun, tidak jelas apakah infeksi alami memberikan kekebalan dari terinfeksi ulang.
Begitu pula dengan vaksinasi.
"Itu pertanyaan yang bagus, dan kenyataannya, kita belum tahu itu," kata Zaks.
"Kita harus melakukan uji efikasi formal, di mana banyak orang divaksin dan akan dipantau selama berbulan-bulan untuk memastikan mereka tidak sakit," jelasnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)