Berbeda dengan negara sosialis dan komunis.
"Negara sosialis dan komunis berhasil mengendalikan corona di negaranya, hal itu karena ketegasan dari negara," paparnya.
Baca: Pakar Epidemiologi UI Akui Sulit Minta Masyarakat Diam di Rumah, Biarkan Latihan New Normal
Kendati demikian, Drajat tak menampik, ekonomi negara bisa sangat berdampak apabila mobilitas orang dibatasi.
Drajat pun memberi contoh, dampak ekonomi dari tutupnya satu pabrik.
"Satu pabrik berhenti saja kita kehilangan nilai pajak, penjualan, modal bank tidak berputar, dan kerugian karena berhenti berproduksi dan membayar karyawan."
"Itu baru satu pabrik, belum toko-toko lain dan para hotel," jelas Drajat.
Drajat membenarkan, lebaran yang dihadapi umat muslim saat ini dibarengi dengan kesulitan ekonomi yang tinggi.
Baca: Anies Baswedan Disindir Sudah Mulai Terapkan New Normal di Jakarta
"Kalau orang tidak boleh bepergian bagaimana, karena semua digerakkan oleh mobilitas orang," paparnya.
Oleh karena itu, Drajat menuturkan pemerintah harus segera menangani dampak ekonomi yang dihadapi bangsa akibat pandemi corona.
"Kalau tidak ditangani, masalah ekonomi ini akan jadi masalah jangka panjang."
"Virus corona mungkin tidak akan hilang karena penyakit, tapi kalau krisis moneter terjadi itu menjadi masalah yang panjang."
"Bahkan bisa menganggu stabilitas politik," imbuh Drajat.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengatakan masyarakat harus bisa berkompromi, hidup berdampingan, dan berdamai dengan Covid-19 agar tetap produktif.
Alasannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan meski kurva kasus positif Covid-19 menurun, virus corona tidak akan hilang.