TRIBUNNEWS.COM - Tim pengembang vaksin di Universitas Oxford mengatakan penurunan tingkat infeksi akan membuat vaksin semakin sulit dibuktikan keberhasilannya.
Sebelumnya, proyek ini dimulai sejak Januari silam sebagai proyek kecil setelah Covid-19 muncul di China.
Sedikitnya empat bulan kemudian mata dunia tertuju pada Profesor Adrian Hill dan timnya di Universitas Oxford atas vaksin buatannya itu.
Bahkan vaksin yang diberi nama ZD1222 telah menerima banyak kesepakatan kompensasi baik dari pemerintah maupun raksasa farmasi AstraZeneca yang akan membayar Rp 17,6 triliun untuk 400 juta dosis vaksin itu, dikutip dari Telegraph.
Padahal kemanjurannya pun belum bisa dibuktikan dan baru pertama kali diproduksi di laboratorium Oxford milik Prof Hill.
Baca: Mengapa Jepang Terlambat Mengerjakan Vaksin Corona?
Baca: Heboh Bill Gates Ditangkap karena Uji Coba Vaksin Corona di India, Begini Faktanya
Ada kemungkinan kesepakatan itu akan bernilai lebih tinggi lagi saat sudah terbukti bisa membuat manusia berhenti diam di rumah.
Tetapi Profesor Hill yang juga menjabat direktur Jenner Institute mengungkapkan bahwa timnya sekarang menghadapi masalah besar.
Hal ini bahkan membuatnya ragu dengan perkiraan September akan rampung vaksinnya.
Singkatnya, Covid-19 menghilang begitu cepat di Inggris sehingga fase percobaan berikutnya hanya memiliki peluang 50 persen untuk berhasil.
Tanpa adanya Covid-19 yang menyebar di masyarakat, sukarelawan tidak akan tertular penyakit, membuat para ilmuwan tidak dapat membuktikan bahwa vaksin itu bisa membuat perbedaan.
Profesor Hill mengatakan bahwa dari 10.000 orang yang relawan uji coba vaksin untuk beberapa minggu mendatang, dia memperkirakan hanya kurang dari 50 orang akan tertular virus.
Jika kurang dari 20 yang positif corona, maka hasil uji vaksin mungkin tidak berguna.
"Ya, itu adalah ras. Tapi itu bukan perlombaan melawan orang lain. Ini adalah perlombaan melawan virus yang menghilang, dan melawan waktu," kata profesor Hill.
"Kami mengatakan di awal tahun bahwa ada peluang 80 persen untuk mengembangkan vaksin yang efektif pada September."