TRIBUNNEWS.COM - Kepala Klinik Penyakit Menular dari Universitas Maryland Amerika Serikat (AS), Faheem Younus, membeberkan fakta Covid-19 akan tetap ada selama berbulan-bulan.
Dia mengimbau agar dunia tidak menyangkal ataupun panik akan hal itu.
Pada Twitter pribadinya, Younus mengajak masyarakat agar belajar hidup dan bahagia mengenai fakta tersebut.
Yakni soal kenyataan corona tidak akan hilang dalam waktu yang lama, serta pernyataannya yang menyebutkan virus ini tidak berkurang meski musim panas, dikutip dari The AZB.
Meski Brasil dan Argentina saat ini sedang musim panas, nyatanya virus menyebar cepat di sana.
Baca: Anies Baswedan Didesak Tolak Pembukaan Mal yang Berpotensi Jadi Klaster Baru Corona
Baca: Nadiem Nilai Para Siswa Beradaptasi dengan Teknologi Secara Natural di Tengah Pandemi Corona
Younus mengatakan virus corona juga tidak bisa dikeluarkan dengan minum banyak air.
Sebab virus itu sudah menembus sel-sel di dalam tubuh.
Mencuci tangan dan menjaga jarak sejauh 1,8 meter adalah metode terbaik menghindari penularan.
Sama halnya sepeti imbauan WHO, yakni jaga jarak 1 meter agar tidak terpapar droplet orang lain maupun menghirup virus terdekat.
Lalu, misalkan memiliki pasien Covid-19 di dalam rumah, disinfeksi permukaan rumah tidak diperlukan.
Menerima paket, berhenti di pom bensin, memegang troli, atau ATM tidak menyebabkan infeksi.
Hal terpenting adalah selalu membersihkan tangan dan hidup seperti biasa.
Younus mengatakan Covid-10 tidak menular dari makanan.
Penyebaran terjadi melalui droplet seperti flu dan hingga saat ini belum ada risiko penularan dari pemesanan makanan.
Bila masuk ke sauna dengan maksud ingin membunuh virus, itu adalah pemikiran yang salah.
Covid-19 virusnya menembus sel tubuh dan kebanyakan alergi serta infeksi akan mengurangi indera penciuman.
Ini merupakan gejala non-spesifik dari penyakit Covid-19.
Orang-orang juga tidak perlu cepat-cepat berganti pakaian dan mandi setelah keluar.
Baca: Tips Rencanakan Perjalanan Pertama Pasca Pandemi Corona, Pelajari Tempat yang Akan Dituju
Baca: 2.000 Warga Ekuador Berdemo di Jalanan, Tak Setuju Kebijakan Pemerintah saat Pandemi Corona
Younus mengatakan virus corona tidak airbone atau bertahan di udara.
Untuk menginfeksi seseorang diperlukan jarak yang dekat sehingga tetesan batuk atau bersin dari penderita menulari yang lainnya.
Sehingga berjalan di taman atau kebun masih aman dengan catatan selalu menjaga jarak.
Dokter ini juga menyoroti perbandingan data kasus kematian berdasarkan ras, satu diantaranya terjadi di AS.
Dimana orang kulit hitam (Afrika-Amerika) dianggap lebih berpotensi mengidap Covid-19 hingga kritis dibanding kulit putih.
Menurut Younus penyakit, ini tidak membedakan ras dan agama, semua orang berpotensi tertular.
Selain itu untuk mencuci tangan atau mandi cukup menggunakan sabun biasa, jangan sabun anti-bakteri, sebab virus ini bukanlah bakteri.
Makanan yang dibeli dari luar bisa di panaskan atau microwave bila khawatir terinfeksi virus.
Hal yang sama bisa dilakukan untuk sepatu, yakni dijemur di bawah sinar matahari dua kali sehari.
Minum minuman asam, jus manis, dan jahe hanya akan meningkatkan imun, bukan menangkal virus corona.
Memakai sarung tangan juga bukan hal yang baik sebab virus bisa menumpuk di sarung tangan itu dan lebih mudah penularannya.
Sama seperti anjuran WHO, cuci tangan adalah cara terbaik menghindari infeksi virus.
WHO Samakan Virus Corona dengan HIV
Seluruh imbauan dari dokter Younus sejalan dengan pernyataan WHO, dunia perlu belajar hidup berdampingan dengan virus corona.
Menurut pihaknya, virus corona berpotensi menjadi endemik yang sama seperti HIV.
Sehingga mungkin virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit pernapasan, Covid-19, tidak akan menghilang.
"Penting menggarisbawahi ini, virus corona mungkin hanya menjadi virus endemik lain di dunia ini, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang."
"HIV belum menghilang, tapi kami telah sepakat virus ini juga demikian," kata anggota WHO bagian tanggap darurat, Mike Ryan, dikutip dari Al Jazeera.
Ryan mengimbau agar publik tidak menyimpulkan kapan virus ini akan berakhir atau menghilang.
Sebab tidak ada bukti yang mendasari hal tersebut.
"Saya pikir penting bagi kita untuk realistis dan saya tidak berpikir siapapun dapat memprediksi kapan penyakit ini akan hilang."
"Saya pikir tidak ada janji dalam hal ini dan tidak ada tanggal. Penyakit ini dapat menjadi masalah yang panjang, atau mungkin tidak mungkin," katanya.
Baca: WHO Imbau agar Negara-negara Waspadai Puncak Kedua Wabah Corona
Baca: WHO Tunda Uji Coba Obat Hidroksiklorokuin untuk Pengobatan Virus Corona
Namun, Ryan mengatakan dunia memiliki beberapa kendali untuk mengatasi penyakit ini.
Kendati demikian upaya untuk mengendalikan pandemi membutuhkan upaya yang besar meskipun vaksin telah ditemukan.
Ryan menggambarkannya dengan 'pelayaran jauh besar'.
Lebih dari 100 vaksin potensial sedang dikembangkan, termasuk diantaranya sudah memasuki tahap uji klinis.
Tetapi para ahli menggarisbawahi, menemukan pengobatan efektif untuk Covid-19 sangatlah sulit.
Ryan mencontohkan vaksin campak yang sudah ada sejak lama, namun penyakit campak tetap ada hingga hari ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)