News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Benarkah Indonesia Menuju Herd Immunity? Berikut Pernyataan Gugus Tugas Nasional

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas melakukan pemakaman jenazah dengan prosedur tetap (protap) Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Kamis (28/5/2020). Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat, hingga Kamis ini secara nasional jumlah yang meninggal positif virus corona (Covid-19) sebanyak 1.496 orang, 514 orang di antaranya di DKI Jakarta. Warta Kota/Alex Suban

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beredar luas di jejaring sosial wacana herd immunity di masa pandemi, melalui pemulihan aktivitas masyarakat yang produktif dan aman Covid-19.

Opini yang dibangun merujuk pada langkah penanganan menuju herd immunity.

Pemerintah melalui Gugus Tugas Nasional secara tegas meluruskan bahwa tidak ada rencana untuk menerapkan konsep herd immunity.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa istilah herd immunity muncul dari bahasa asing. Istilah ini bermakna kekebalan dalam suatu kelompok atau kawanan.

TES SWAB - Petugas mobil PCR melakukan persiapan tes swab kepada 200 warga Kalirungkut, Medokan Ayu, Tenggilis dan Gunung Anyar di Utara Kecamatan Rungkut, Senin (1/6). Sebanyak 600 warga, Senin (1/6) melakukan pemeriksaan swab dengan 2 tim mobil PCR bantuan BNPB yang melakukan pemeriksaan di 3 tempat (RS BDH, RSI A Yani dan di Utara Kecamatan Rungkut). SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ (SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

Dari satu orang yang terinfeksi, menjadi dua, tiga, empat orang, hingga mayoritas atau bahkan seluruh anggota kelompok tersebut memiliki imunitas, itulah herd immunity.

Herd immunity membutuhkan minimal 70% dari populasi untuk terinfeksi, dan akhirnya kebal terhadap virus tersebut.

Baca: Kepala Kepolisian Houston Minta Presiden AS Donald Trump Tutup Mulut

Baca: Juventus Sudah Keluarkan Jadwal Hingga Pekan ke-35

Baca: Penggerak Ekonomi Lokal Diminta Dapat Beradaptasi Saat Penerapan New Normal

Baca: Kandungan Kalsium Pada Susu Bisa Berkurang, Bergantung Pengolahannya

Prof. Wiku mengatakan bahwa herd immunity tidak mungkin terjadi dalam konteks Indonesia.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara dengan populasi yang besar. Populasi yang ada juga menghuni pulau, yang terpisah laut maupun daratan. Sehingga transmisi virus pun akan terhambat.

“Jadi kalau kita bicara herd immunity, seandainya sampai terjadi, mari kita berpikir logika gimana caranya ya antar pulau saling bisa menulari kalau mobilitas antar pulaunya tidak tinggi, lalu interaksinya juga tidak tinggi,” ujar Prof. Wiku saat berdialog di Media Center Gugus Tugas, Jakarta pada Selasa (2/6/2020).

Langkah yang dilakukan pemerintah bukan dengan penerapan kekebalan dalam sekelompok populasi. Hal ini akan memerlukan waktu yang sangat lama.

Justru sebaliknya, pemerintah berusaha untuk memutus rantai di awal, dengan mencegah terjangkitnya COVID pada populasi dengan upaya preventif, seperti penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan dengan sabun.

“Kita cuci tangan sebelum menyentuh mata, hidung, dan mulut. Jadi kalau ada virusnya di tangan kita, di baju kita, selama tidak masuk ke dalam mukosa, berarti sebenarnya tidak bisa,” tambah Prof. Wiku.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional, Prof Wiku Adisasmito (Tangkap layar channel YouTube BNPB)

Ia juga mengilustrasikan, “herd immunity itu bisa muncul, kalau kita semua berdampingan, kita senggol-senggolan, tapi semuanya tertutup seperti ini, tidak akan terbentuk penularan sehingga imunitasnya tidak terbentuk.

Nah bayangkan kalau semuanya sudah melakukan seperti itu jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, terus kita beraktivitas, kapan terbentuk herd immunity tadi?”

Secara sederhana Prof. Wiku mengatakan bahwa selama virus tidak masuk ke mukosa (mata, hidung dan mulut), secara tidak langsung imunitas atau proteksi masyarakatnya tidak akan terbentuk.

Gelombang Kedua Dapat Dicegah

Sementara itu, ada kekhawatiran adanya gelombang kedua yang mungkin dipicu oleh arus balik maupun kedatangan anak buah kapal (ABK), pekerja migran, maupun mereka yang pulang dari luar negeri.

Menyikapi kekhawatiran itu, Ketua Laboratorium Mikrobiologi FKUI Prof. Pratiwi Sudarmono menyampaikan bahwa ketakutan sebagian masyarakat tidak diikuti perilaku yang tepat.

“Takut gelombang kedua, tapi sekarang kayaknya mereka [masyarakat] merasa lebih leluasa untuk pergi ke sana kemari.

Ada yang pergi tanpa masker, pergi ke tempat berkerumun, mulai coba minum kopi, pergi ke restoran, dan seterusnya. Jadi ketakutannya iya tetapi perilakunya tidak,” ujar Prof. Pratiwi.

Prof. Pratiwi mengatakan virus ini dari waktu ke waktu melakukan perubahan pada dirinya.

Mutasi secara kontinu ini sangat mudah terjadi mengingat sifat virus ini sebagai virus RNA. Oleh karena itu, menurutnya perlu sikap yang tepat untuk menghadapi potensi penularan.

Panduan kesehatan, seperti penggunaan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan jaga jarak merupakan panduan penting untuk melindungi diri dari penyakit ini. Dengan perubahan perila

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini