Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta menilai kasus positif yang menembus angka 1.000 dua hari berturut-turut adalah akibat pemerintah sering mewacanakan pelonggaran PSBB dan new normal.
Sukamta mengatakan hal tersebut membuat masyarakat jadi kurang waspada terhadap Covid-19. Sehingga banyak masyarakat yang mulai memadati jalan dan tempat umum.
"Kondisi ini saya kira tidak lepas dari wacana pelonggaran dan juga new normal yang sering disampaikan pemerintah. Sebagian masyarakat mempersepsi pernyataan-pernyataan pemerintah anggap kondisi saat ini sudah normal dan bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal dulu saat jumlah kasus positif masih sedikit, masyarakat terlihat sangat waspada," ujar Sukamta, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (11/6/2020).
Baca: Politisi PKS Anggap Menag Gagal Paham Soal Batalkan Ibadah Haji 2020
Menurutnya, masyarakat seharusnya semakin waspada, berhati-hati, serta semakin ketat menjalankan protokol kesehatan melihat kondisi pertambahan kasus positif dua hari terakhir.
Namun faktanya di lapangan, kata dia, yang terlihat malah masyarakat semakin longgar. "Terlihat masih banyak yang tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak," kata dia.
Baca: Kasus Baru Corona Tembus 1.000 per Hari, Jokowi Peringatkan, Anies Sebut Lonjakan Bukan di Jakarta
Selain itu, Sukamta mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo saat mengunjungi BNPB pada Rabu (10/6) kemarin. Jokowi mengatakan akan melakukan pengetatan dan penutupan kembali jika dalam perkembangan ditemukan kenaikan kasus baru.
Wakil Ketua Fraksi PKS tersebut menilai pernyataan yang bersangkutan tidak jelas arahnya karena tidak ada penjelasan lebih lanjut dan justru menimbulkan kebingungan.
"Pemerintah wacanakan new normal kan karena pertimbangan ekonomi. Jika dilakukan pengetatan dan penutupan lagi apakah tidak takut mengganggu ekonomi lagi. Baru saja Menteri Perhubungan lakukan sejumlah pelonggaran batasan penumpang moda transportasi, alasannya juga ekonomi. Apakah akan direvisi lagi untuk kesekian kalinya. Ini kan jelas pemerintah tidak punya konsep dan membiarkan kondisi seperti ini terus berjalan lebih dari 3 bulan," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah seharusnya saat ini semakin ketat dalam mengawal kebijakan yang dibuat dengan memperbanyak tes masal untuk tracking virus, memperkuat layanan fasilitas kesehatan, dan banyak melakukan sosialisasi protokol kesehatan.
Menurutnya apabila pemerintah lebih khawatir soal ekonomi dibanding kesehatan dan nyawa masyarakat, nantinya harga yang akan dibayar tidak hanya jiwa tetapi kondisi ekonomi juga tidak akan membaik.
"Kita paham masyarakat butuh makan, sehingga perlu bekerja di luar rumah. Namun demikian, kondisi pemerintah yang kadang kebijakannya membingungkan jangan sampai menurunkan kewaspadaan dan disiplin protokol kesehatan karena virus corona masih ada di sekitar kita," tandasnya.