TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Simak pengertian mengenai apa itu Dexamethasone, dan bagaimana Dexamethasone digunakan untuk mengobati pasien Covid-19.
Sebuah tim peneliti di Inggris menemukan bahwa steroid yang tersedia di pasaran, Dexamethasone, telah menunjukkan hasil yang memuaskan dalam meningkatkan angka kelangsungan hidup pada pasien Covid-19.
Dilansir USA Today, Rabu (17/6/2020) Dexamethasone, steroid yang biasa digunakan untuk mengobati peradangan ini mampu mengurangi angka kematian hingga sepertiga dalam sebuah studi penelitian terhadap lebih dari 6.000 pasien kondisi parah.
Pemerintah Inggris telah mengizinkan penggunaan Dexamethasone untuk beberapa pasien Covid-19.
Tetapi masih belum diketahui secara pasti seberapa bermanfaatnya obat ini untuk pasien Covid-19 dengan gejala ringan.
“Ini adalah peningkatan signifikan dalam pilihan terapi yang kita miliki,” kata Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular top di Amerika Serikat.
Lantas apa itu Dexamethasone?
Dr. Onyema Ogbuagu, seorang dokter penyakit menular dan profesor kedokteran di Yale, menjelaskan bahwa dexamethasone merupakan obat antiinflamasi dan pembengkakan yang umumnya digunakan untuk berbagai kondisi.
"Obat dexamethasone ini unik karena mengandung glukokortikoid," ujar Ogbuagu.
"Seperti halnya steroid lain, dexamethasone ini adalah perawatan non-spesifik yang tidak harus menargetkan satu jalur spesifik peradangan atau pembengkakan," jelas Ogbuagu.
Sementara itu, Robert Glatter, seorang dokter darurat di Rumah Sakit Lenox Hill Kota New York, mengatakan dexamethasone juga memiliki paruh hingga 54 jam.
"Hal tersebut dapat membantu memastikan tingkat pengobatan terapeutik untuk mengobati peradangan yang berkelanjutan," ungkap Robert Glatter.
Bagaimana Dexamethasone tersebut digunakan untuk mengobati pasien Covid-19?
Virus Covid-19 secara umum muncul dalam dua fase.
"Orang-orang terinfeksi virus, kemudian virus tersebut mereplikasi, dan itulah fase pertama dari virus Covid-19," jelas Ogbuagu.
"Setelah itu, sekitar 10 hari setelah terinfeksi, orang-orang mulai memproduksi antibodi dan reaksi peradangan terhadap virus." lanjutnya.
Bahan kimia inflamasi ini terkadang dapat menciptakan komplikasi Covid-19 yang parah, seperti sindrom gangguan pernapasan akut, yang menyulitkan oksigen memasuki aliran darah dan mencapai organ.
Pasien dengan komplikasi Covid-19 yang parah akan merasakan manfaat yang signifikan dengan mengonsumsi dexamethasone.
Pasien-pasien tersebut harus meminum dexamethasone selama 10 hari, baik secara oral atau melalui infus.
Setelah satu bulan, angka kematian akan berkurang sebesar 35% pada pasien yang membutuhkan perawatan dengan mesin pernapasan dan 20% pada pasien yang membutuhkan oksigen tambahan.
Namun obat deksametason ini nampaknya tidak terlalu berdampak secara signifikan kepada pasien Covid-19 dengan gejala ringan.
Beberapa penelitian, juga telah menyarankan bahwa steroid seperti dexamethasone dapat membantu meningkatkan angka kematian di antara orang-orang dengan ARDS.
Baca: Sekretaris Kesehatan Inggris Sambut Pengobatan Dexamethasone untuk Covid-19
Lalu apakah ada komplikasi akibat penggunaan Dexamethasone?
Waktu dan selektivitas di antara pasien sangat penting untuk memastikan dexamethasone dapat digunakan dengan benar sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19.
Temuan awal menyarankan pasien Covid-19 yang tidak memiliki gejala parah, seperti membutuhkan bantuan respirator, tidak boleh menggunakan dexamethasone.
"Kelemahan dari steroid adalah tidak selektif," kata Ogbuagu.
"Steroid adalah pedang bermata dua yang dapat menghalangi kemampuan tubuhmu untuk melawan virus," jelasnya.
Ogbuagu mencatat bahwa beberapa penelitian telah menemukan tingkat kematian yang lebih tinggi pada pasien yang menggunakan steroid, karena mereka menghambat respon kekebalan tubuh terhadap virus.
Organisasi Kesehatan Dunia dan organisasi-organisasi lain menyarankan agar tidak menggunakan steroid lebih dini, karena mereka dapat menghalangi pembersihan virus.
Ogbuagu juga mengatakan bahwa steroid, secara umum, dapat menyebabkan beberapa efek samping yang parah, seperti diabetes atau bahkan memburuk kondisi seseorang yang telah mengidap diabetes sebelumnya, serta psikosis atau gangguan emosional.
(Tribunnews.com/Lanny Latifah)