TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Pemerintahan Indonesia, Ombudsman mendapat banyak aduan terkait tingginya tarif rapid test dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di Kalimantan Utara.
Menurut Ketua Ombudsman, Amzulian Rifai, menyebutkan dari banyaknya aduan terkait tarif rapid test dan PCR, Ombudsman menduga ada yang mengambil kesempatan dalam situasi ini.
"Kita tahu saat ini rapid test dan PCR terkait wabah Covid-19, menjadi syarat wajib untuk masyarakat berpergian," kata Amzulian Rifai dalam konferensi virtual, Kamis (18/6/2020).
Lanjut Amzulian, Ombudsman menduga adanya oknum yang memanfaatkan momen wabah Covid-19 melalui tarif rapid test dan PCR yang tinggi.
Baca: Komisi IX DPR: Biaya Tes PCR Jangan Sampai Bebani Rakyat
"Hal ini kemungkinan saja bisa terjadi, karena rapid test dan PCR ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang ingin berpergian dalam hal kepentingan khusus," ucap Amzulian.
Terkait dugaan ini, lanjut Amzulian, pihaknya meminta pemerintah untk melaukan intervensi terhadap laporan tingginya tarif rapid test dan PCR di beberapa wilayah agar tidak membebankan masyarakat.
"Kemudian terkait penerimaan hasil tes PCR, kami juga mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa untuk mendapatkan hasil tersebut dibutuhkan waktu yang cukup lama," kata Amzulian.
Pihaknya juga mendapat laporan terkait beberapa rumah sakit, tidak transparan dan kurang lengkap memberikan informasi yang sepatutnya terkait hasil PCR.
"Kami meminta pemerintah untuk memperhatikan besaran tarif rapid test dan PCR ini, dan rumah sakit dalam hal transparansi laporan hasil test," ujar Amzulian.
Lanjut Amzulian, besaran tarif PCR dan rapid test ini jangan sampai membebankan masyrakak. Seingga produktifitas tetap terjaga agar roda ekonomi tetap berjalan.