Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah melalui Kementerian Kesehatan melibatkan pemangku kepentingan lain seperti fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan dalam hal standarisasi harga rapid test Covid-19.
"Pemerintah dalam mengambil kebijakan ini harusnya melibatkan semua stakeholders termasuk di antaranya faskes, tenaga medis, para ahli dan lainnya sehingga tidak menimbulkan polemik,” kata Mufida kepada wartawan, Rabu (8/7/2020).
Mufida setuju pemerintah memang harus mengintervensi harga rapid test agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.
Hal ini untuk menghindari dijadikan komoditas bisnis oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Baca: Komisi IX Minta Alat Rapid Test Covid-19 Buatan Lokal Diprioritaskan
Baca: Pakar Epidemiologi Sebut Batasan Tarif Rapid Test yang dikeluarkan Kemenkes Cegah Komersialisasi
Baca: Kementerian Kesehatan Keluarkan Aturan Tarif Tertinggi Rapid Test Sebesar Rp 150 Ribu
"Pemerintah memang perlu intervensi tentang harga rapid test agar tidak dijadikan komoditi bisnis di tengah pandemi oleh pihak-pihak yang nggak tanggung jawab," katanya.
Lebih lanjut, Mufida meminta agar pemerintah juga harus menyiapkan rapid test gratis bagi masyarakat yang tidak mampu.
Sehingga, memudahkan mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan rapid test.
"Pemerintah harus menyiapkan dana untuk rapid test gratis untuk masyarakat nggak mampu dan bagi masyarakat yang mampu silahkan bisa rapid test mandiri," ujar Mufida.
Sebelumnya, Kemenkes mematok tarif maksimal pemeriksaan rapid test antibodi Rp 150 ribu.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi.
Aturan itu menyusul kebijakan Menkes Terawan yang mewajibkan seluruh awak dan calon penumpang angkutan laut maupun udara melampirkan surat keterangan sehat dan hasil pemeriksaan rapid test antibodi saat membeli tiket perjalanan.