"Termasuk khotbah Jumat dan lain supaya dipersingkat, termasuk bacaan-bacaan yang biasanya panjang, tolong diperpendek," jelas Muhadjir.
Tak lupa Muhadjir mengingatkan pentingnya memakai masker meski berada di ruang tertutup saat bersama orang lain.
"Semua orang kalau enggak pakai masker dan menghisap itulah jadi sumber mikrodroplets," ucapnya.
New Normal
Pada kesempatan yang sama Muhadjir juga berbicara mengenai pro dan kontra penggunaan istilah new normal di tengah wabah Covid-19.
Muhadjir menyebut, sebenarnya istilah new normal sudah tak lagi digunakan.
"New normal, setahu saya sudah dipertegas sekarang, kita tak gunakan istilah new normal. Sekarang yang baru beradaptasi kebiasaan baru. Sebetulnya kita tak usah ribut dengan istilah itu," ujar Muhadjir.
Ia menjelaskan, merujuk pada UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, saat ini Indonesia harusnya masuk dalam masa transisi rehabilitasi ekonomi atau transisi pra-ekonomi.
Baca: Saran Dokter Paru Soal Kemungkinan Virus Corona Menular Lewat Udara
Baca: WHO Ingatkan Pandemi Corona akan Menjadi Lebih Buruk dan Semakin Buruk
Namun, lanjut Muhadjir, UU ini sebenarnya tidak terlalu sesuai untuk menggambarkan kondisi bencana non alam seperti wabah virus corona yang terjadi saat ini.
Sehingga, untuk menetapkan istilah yang sesuai dan menggambarkan situasi saat ini, UU Penanggulangan Bencana akan segera direvisi.
Poin revisi yang krusial adalah penyesuaian dalam kondisi bencana non-alam seperti yang terjadi saat ini.
Kemungkinan, kata Muhadjir, di revisi UU yang baru, akan ditetapkan istilah yang paling sesuai untuk kondisi saat ini.
"Mungkin nanti ada istilah khusus dengan UU yang baku. Juga istilah new normal, lockdown tak sesuai UU, sehingga kalau kita gunakan harus hati-hati. Termasuk adaptasi baru," jelas Muhadjir.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, sebenarnya istilah new normal kali pertama disinggung dalam buku The New Normal: Great Opportunities in a Time of Great Risk Hardcover, karya Roger McNamee.