TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pembayaran gaji buruh akibat tersendatnya penyerapan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdampak pada kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan para buruh.
Ketua Buruh PT GA Indonesia, Sri Rezeki mengatakan perusahaan tempat dia bekerja yang memproduksi baju hazmat kini mengalami masalah finansial akibat penyerapan produksi baju hazmat oleh Kementerian Kesehatan yang tidak berjalan dengan baik.
“Tempat atau perusahaan kami bekerja sudah maksimal memproduksi baju hazmat dengan bekerja 3 shift selama 24 jam sesuai dengan kebutuhan. Tapi kami mendengar penyerapan di kementerian ada yang tidak optimal. Tentunya ini berdampak pada perusahaan yang ujungnya juga kepada kami para buruh,” ujar Sri Rezeki dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin (27/7/2020).
Baca: Menaker Ida Tinjau Pabrik Pembuatan Baju APD Hazmat
Sri menyebutkan, di awal-awal pengerjaan baju hazmat banyak pekerjaan dan lancar.
Namun anehnya belum sampai memenuhi target, pihaknya mendengar ada kabar penghentian pembelian.
“Harusnya setiap hari pengiriman baju hazmat. Tapi sudah tiga bulan ini tidak ada lagi pengiriman. Malah sampai ada stok 2 juta set baju hazmat di gudang, namun tidak ada pengiriman sejak awal bulan Mei 2020,” tuturnya.
Karena barang menumpuk dan pembelian tidak jelas dari Kementerian Kesehatan, Sri khawatir pabrik melakukan keputusan merumahkan puluhan ribu karyawan karena tidak ada kegiatan produksi akibat masih menumpuknya baju hazmat di gudang.
“Itu makanya gaji buruh sudah tertunda dan bulan ini pasti tertunda lagi. Karena pengiriman dari perusahaan ke kementerian tidak ada kejelasan. Buruh juga butuh kepastian karena ini urusan perut manusia. Kita semua punya keluarga yang wajib dinafkahi. Kalau kondisinya terus begini, saya khawatir para buruh akan melakukan aksi demo karena sulit mencari pekerjaan lain di masa sulit,” tutupnya.