TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menilai sekolah mandiri atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) memiliki ekses atau dampak negatif bagi perkembangan kepribadian anak secara luas.
Akibatnya, anak menjadi lupa waktu, lebih suka bermain game dan media sosial (medsos) ketimbang fokus belajar secara mandiri, meskipun sudah dibimbing oleh orang tua di rumah.
Ekses negatif lainnya, menjadi kurang menghormati norma-norma agama.
"Lapor Mas Menteri! (Mendikbud Nadiem Makarim) kemarin numpang salat di rumah saudara sekitar jam 22.00 malam. Di samping saya salat, ada 3 anak kecil sedang bermain gadget, 1 nonton YouTube, 1 main game, 1 lagi main Tiktok dengan HP ibunya dan bapaknya yang terbiasa dipakai sekolah," kata Fahri melalui keterangannya, Jumat (31/7/2020).
Baca: Nadiem Terjunkan Satu Tim Khusus Rumuskan Sistem PJJ Lebih Efektif
Fahri menegaskan, untuk melakukan sekolah mandiri ini tidak semua memiliki akses jaringan, gadget maupun paket data.
Apabila orang tua siswa adalah seorang yang berkecukupan, tentu hal itu tidak menjadi masalah karena kebutuhan anak mereka akan dipenuhi.
Sementara yang miskin akses bisa frustrasi, tidak bisa berbuat apa-apa, guru dan kelas mereka menjadi tidak terjangkau.
Bahkan bagi anak yang kaya akses dan paket data pun, juga bisa membuat mereka menjadi penghuni dunia maya yang palsu, hidup menonton layar kaca (tanpa pengawasan) yang bisa merusak mata, otak dan hati.
"Mata, otak dan hati anak-anak kita akan rusak, mereka akan menjadi penghuni dunia maya yang palsu," katanya.
Menurut Fahri, dari pada menerapkan kebijakan sekolah mandiri dengan sistem PJJ yang sudah terbukti memiliki akses negatif yang luas bagi anak, maka selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem lebih baik mengembangkan infrasktruktur digital pendidikan rakyat untuk memajukan pendidikan Indonesia.
Nadiem dianggap memiliki pengalaman sukses membuat infrastruktur digital bagi tukang ojek online (ojol) yang dikenal dengan aplikasi Gojek, yang diluncurkan pada 2015 lalu.
Hasil karya Nadiem Makarim ini menjadi salah startup transportasi online yang berhasil menyandang gelar 'Unicorn', serta memantapkan diri sebagai startup pertama asal Indonesia.
"Mas Menteri punya jejak sukses bikin infrastruktur digital bagi tukang ojek. Mengapa tidak diteruskan dengan infrastruktur digital bagi pendidikan rakyat? Dana Kementerian Pendidikan adalah yang terbesar dan mandatori konstitusi kita 20 persen APBN tiap tahun. Ayo Mas Menteri Kita Bisa!," kata mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.