News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Penelitian: Pasien Covid-19 yang Sembuh Menderita Gangguan Kejiwaan, Sebulan Setelah Pulih

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(ILUSTRASI) Sebuah penelitian baru menunjukkan, pasien Covid-19 yang sembuh menderita gangguan kejiwaan, sebulan setelah pulih.

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi terbaru mengungkapkan kondisi kesehatan pada pasien Covid-19 yang telah sembuh.

Penelitian yang diunggah di jurnal Brain, Behavior, and Immunity itu menunjukkan, lebih dari separuh pasien Covid-19 yang menerima perawatan di rumah sakit menderita gangguan kejiwaan, sebulan setelah mereka pulih.

Dilansir Guardian, dari 402 pasien yang dipantau setelah dirawat karena virus Corona, 55 persen dari mereka ditemukan setidaknya satu orang memiliki gangguan kejiwaan.

Hal itu dikemukakan oleh para ahli dari rumah sakit San Raffaele di Milan.

Berdasarkan wawancara klinis dan kuesioner penilaian diri, 28 persen dari pasien sembuh Covid-19 menunjukkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), 31 persen mengalami depresi, dan 42 persen menderita kecemasan.

Baca: Tak Percaya Virus Corona Ada, 14 Anggota Keluarga Positif Covid-19 dan 1 Orang Meninggal di Texas

Baca: Soal Klaim Obat Virus Corona Hadi Pranoto, Eks Jubir Penanganan Covid: Ini Pembodohan Namanya

Seain itu, 40 persen pasien mengalami insomnia.

20 persen dari pasien yang diteliti memiliki gejala obsesif-kompulsif (OCD).

Para pekerja medis membawa seorang pasien di bawah perawatan intensif ke rumah sakit sementara Columbus Covid 2 yang baru dibangun pada 16 Maret 2020 untuk para pasien coronavirus di Gemelli di Roma. Dokter di Italia mengklaim negaranya sudah bebas dari corona. (ANDREAS SOLARO / AFP)

Temuan ini akan meningkatkan kekhawatiran tentang efek psikologis akibat virus.

Makalah tersebut, yang diterbitkan Senin (3/8/2020), menunjukkan, PTSD, depresi berat, dan kegelisahan adalah kondisi berat yang dialami pasien sembuh cOVID-19, terutama yang hidup dengan disabilitas.

"Mengingat dampak mengkhawatirkan dari Covid-19 pada kesehatan mental, ini adalah wawasan terkini tentang peradangan dalam psikiatri, dan ini mengarah pada depresi yang lebih buruk."

"Kami merekomendasikan untuk menilai psikopatologi dari penderita Covid-19 yang sembuh, dan untuk memperdalam penelitian tentang peradangan biomarker, untuk mendiagnosis dan mengobati kondisi kejiwaan yang muncul," bunyi makalah.

Baca: Bebas Virus Corona 99 Hari, Munculnya Kasus Baru di Vietnam Bangkitkan Ketakutan Masyarakat

Baca: Bukan Konspirasi, Virus Corona Ancaman Nyata di Sekitar Kita

Sementara itu, sebuah studi terhadap 265 pria dan 137 wanita yang menemukan wanita lebih kecil kemungkinannya meninggal karena Covid-19, lebih menderita secara psikologis daripada pria.

Diberitakan Guardian, pasien dengan diagnosis psikiatrik positif sebelumnya disebut lebih menderita dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan.

Para peneliti, yang dipimpin oleh Dr Mario Gennaro Mazza, mengatakan hasil ini konsisten dengan studi epidemiologi sebelumnya.

Mereka mengemukakan, efek psikiatris dapat disebabkan oleh respons kekebalan terhadap virus itu sendiri.

Selain itu, dampak terhadap mental juga dapat disebabkan oleh stresor psikologis, seperti isolasi sosial, dampak psikologis dari penyakit parah, dan kekhawatiran tentang menulari orang lain.

Stigma terhadap penyakit juga turut memperburuk kesehatan mental pasien Covid-19 yang sembuh.

Hal itu ditunjukkan oleh pasien rawat jalan yang menunjukkan peningkatan kecemasan dan gangguan tidur.

Sementara itu, pasien rawat inap mengalami gejala PTSD, depresi, kecemasan, dan OCD.

Ilustrasi pasien virus corona. (Mahadeo Sen/TOI, BCCL, Ranchi)

"Mengingat keparahan yang lebih buruk dari Covid-19 pada pasien yang dirawat di rumah sakit, pengamatan ini menunjukkan bahwa lebih sedikit dukungan perawatan kesehatan dapat meningkatkan isolasi sosial dan kesepian akibat pandemi Covid-19," kata peneliti.

Para peneliti juga mengatakan, temuan mereka mencerminkan penelitian-penelitian sebelumnya tentang penyebaran virus Corona, termasuk Sars.

Di mana, morbiditas psikiatris berkisar antara 10-35 persen pada tahap pasca-sakit.

Rusia akan Lakukan Vaksinasi Massal Covid-19 pada Oktober 2020

Sejumlah kemungkinan vaksin virus Corona sedang dikembangkan di seluruh dunia.

Saat ini, lebih dari 20 'calon' vaksin berada dalam uji klinis.

Rusia termasuk negara yang sedang dalam tahap pengujian vaksin.

Bahkan, otoritas kesehatan Rusia sedang bersiap untuk memulai vaksinasi massal melawan Covid-19 pada Oktober 2020 mendatang.

Menteri Kesehatan Rusia, Mikhail Murashko, mengatakan dokter dan guru akan menjadi penerima vaksin pertama.

Baca: Jepang Beli Vaksin Anti Covid-19 dari Pfizer 60 Juta Unit, Tiba Akhir Juni 2021

Baca: Indonesia Gandeng Turki Kembangkan Vaksin Covid-19

Dikutip BBC dari Reuters, potensi vaksin pertama Rusia akan disetujui oleh regulator bulan ini, Agustus 2020.

Murashko mengemukakan, Gamaleya Institute, sebuah fasilitas penelitian di Moskow, telah menyelesaikan uji klinis vaksin.

Kantor berita Interfax melaporkan, dokumen sedang disiapkan untuk mendaftarkannya.

"Kami merencanakan vaksinasi yang lebih luas untuk Oktober," kata Murashko.

Ilustrasi vaksin virus corona (Fresh Daily)

Bulan lalu, para ilmuwan Rusia mengungkapkan, uji coba tahap awal dari vaksin berbasis adenovirus telah selesai dan memberikan hasil yang sukses.

Vaksin tersebut dikembangkan oleh Gamaleya Institute.

Namun, beberapa ahli khawatir dengan pendekatan Rusia yang begitu cepat mengenai vaksin.

Pakar penyakit menular terkemuka di AS, Dr Anthony Fauci, mengemukakan pendapatnya mengenai jalur yang ditempuh Rusia itu.

"Saya berharap Rusia dan China benar-benar menguji vaksin, sebelum memberikannya kepada siapa pun," ujar Fauci, Jumat (31/7/2020) lalu.

Di samping itu, Dr Fauci juga berharap Amerika Serikat dapat menghasilkan vaksin yang aman dan efektif pada akhir tahun ini.

"Saya tidak percaya bahwa akan ada vaksin sejauh ini di depan kita, sehingga kita harus bergantung pada negara lain untuk mendapatkan vaksin," katanya kepada anggota parlemen AS.

Baca: Mengenal Tahapan dari Uji Klinis Vaksin: Di Masa Normal Butuh Waktu yang Sangat Panjang

Rusia Mencuri Informasi tentang Vaksin Covid-19?

Ilustrasi Virus Corona. (Andolu New Agency)

Bulan lalu, dinas keamanan Inggris, AS, dan Kanada mengatakan, kelompok peretas Rusia telah menargetkan organisasi yang sedang mengembangkan vaksin Covid-19.

Diduga, mata-mata Rusia tersebut berniat untuk mencuri informasi.

Dilansir BBC, Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) mengungkapkan, lebih dari 95 persen yakin bahwa kelompok yang disebut APT29 - juga dikenal sebagai The Dukes atau Cozy Bear - adalah bagian dari layanan intelijen Rusia.

Duta Besar Rusia untuk Inggris, Andrei Kelin, membantah tuduhan itu.

Kepada BBC, Kelin mengatakan, tuduhan tersebut tidak ada gunanya.

Sementara itu, di Inggris, uji coba vaksin yang dikembangkan oleh Oxford University telah menunjukkan vaksin dapat memicu respons kekebalan.

Bersama AstraZeneca, kepekatan telah ditandatangani untuk memasok 100 juta dosis untuk Inggris.

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini