News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Pembukaan Sekolah Tatap Muka Munculkan Klaster Baru, Ibarat Buah Simalakama 

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah siswa mengenakan masker dan pelindung wajah mengerjakan tugas dari sekolah saat mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Warnet Covid-19 RW 09, Kelurahan Lingkar Selatan, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/8/2020). Fasilitas warung internet gratis dengan menerapkan protokol kesehatan ini dihadirkan untuk membantu para siswa dalam mengikuti PJJ, sehingga para orang tua siswa tidak perlu lagi khawatir soal kuota internet. Tribun Jabar/Gani Kurniawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning disebut anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira ibarat buah simalakama.

 Pasalnya, pembukaan sekolah tersebut memunculkan klaster baru penyebaran Covid-19. 

"Persoalan pembukaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi dilema, ibarat buah simalakama. Dimakan bapa mati, tidak dimakan ibu mati. Serba salah," ujar Andreas, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (13/8/2020). 

"Sekolah dibuka, PTM dimulai banyak yang teriak muncul kluster baru. Tetap dengan PJJ, banyak yang mengeluh," imbuhnya. 

Baca: Komisi X DPR Minta Pemerintah Selidiki Munculnya Klaster Baru Covid-19 di Sekolah

Andreas mengatakan sebenarnya revisi peraturan menteri memberi kemungkinan pada zona hijau dan kuning, yang bisa dipahami sebagai larangan untuk PTM di zona Merah, dan membuka kemungkinan (tidak mengharuskan) pada zona kuning dan hijau. 

Artinya, kata dia, pada zona hijau dan kuning ini bisa dilakukan dengan persyaratan-persyaratan sebagaimana panduan yang diatur dalam peraturan Mendikbud tersebut. 

Seperti ada rekomendasi dari kepala daerah setempat, melaksanakan protokol Covid-19 dengan pengawasan dan rekomendasi kesiapan dari Gugus Tugas setempat, dan yang terpenting adalah adanya kesepakatan antara sekolah dan orang tua murid untuk memulai PTM. 

"Menyimak dari panduan peraturan ini maka keputusan melaksanakan PTM ada di unit terkecil pelaksana pendidikan, yaitu sekolah. Sekolahlah yang memutuskan dilakukan PTM atau tidak. Karena sekolah dan ortu muridlah yang paling paham situasi kondisi aktual di lapangan," ungkapnya. 

Menurutnya apabila sekolah dan ortu yang memutuskan, maka sekolah dan ortu juga harus bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan. 

"Tidak bisa semua tanggung jawab kembali dilempar ke atas. Berkaitan dengan munculnya klaster baru akibat PTM, kalau itu benar, kepala daerah sampai pada sekolah dan ortu murid bisa menghentikan kembali PTM dan kembali pada PJJ," pungkas Andreas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini